PEMILU 2024

Bicara Utang Luar Negeri Pemerintah, Begini Pandangan 3 Capres

Dian Kurniati | Senin, 08 Januari 2024 | 09:00 WIB
Bicara Utang Luar Negeri Pemerintah, Begini Pandangan 3 Capres

Capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo (tengah) menyampaikan pendapat disaksikan capres nomor urut dua Prabowo Subianto (kiri) dan capres nomor urut satu Anies Baswedan saat adu gagasan dalam debat ketiga Pilpres 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1/2024). Debat kali ini bertemakan pertahanan, keamanan, hubungan internasional, globalisasi, geopolitik, dan politik luar negeri. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/foc.

JAKARTA, DDTCNews - Politik luar negeri menjadi salah satu subtema yang dibahas dalam debat ketiga capres-cawapres 2024 pada Minggu (7/1/2024).

Pada segmen ketiga, moderator Anisha Dasuki membacakan pertanyaan mengenai kaitan antara utang pemerintah dan politik luar negeri Indonesia. Pertanyaan yang berasal dari panelis tersebut ditujukan kepada capres Prabowo Subianto.

"Utang luar negeri adalah instrumen pembayaran yang sah. Namun, ada risiko intervensi kedaulatan negara pemberi utang. Apa kebijakan paslon untuk menghindari intervensi kedaulatan Indonesia akibat utang yang terus bertambah?" katanya, dikutip pada Senin (8/1/2024).

Baca Juga:
DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Mendapat pertanyaan tersebut, Prabowo menyatakan rasio utang pemerintah Indonesia saat ini masih tergolong rendah di antara negara-negara lain. Dia menyebut posisi utang pemerintah tercatat hampir 40% dari PDB.

Dia menjelaskan utang pemerintah, terutama yang berasal dari luar negeri, dikelola secara prudent dan hati-hati. Selain itu, pemerintah juga berupaya meningkatkan daya tawar Indonesia di mata luar negeri sehingga tidak diintervensi, salah satunya melalui penguatan ekonomi.

"Saya kok tidak terlalu khawatir negara lain mau intervensi kita soal utang. Kita sangat-sangat dihormati. Kita tidak pernah default," ujarnya.

Baca Juga:
Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Prabowo optimistis Indonesia memiliki kemampuan untuk membayar utang luar negeri. Terlebih, Indonesia tidak memiliki catatan soal gagal bayar utang.

Di sisi lain, lanjutnya, penguatan aspek pertahanan juga perlu dilakukan agar tidak ada negara yang mengintervensi, menggertak, dan mengintimidasi Indonesia.

"Saya tegaskan kembali bahwa pelajaran sejarah manusia yang lemah akan selalu ditindas. Kita lihat saja apa yang terjadi di Gaza, kita tidak boleh lemah. Kita tidak boleh dilindas oleh bangsa lain," tutur Prabowo.

Baca Juga:
Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Sementara itu, capres Ganjar Pranowo merespons bahwa pengelolaan utang luar negeri pemerintah harus selalu dilakukan secara hati-hati. Mengutip buku Confessions of an Economic Hit Man yang ditulis John Perkins, ia menyebut utang memang memang dapat mematikan.

Ketimbang mengandalkan utang, ia menilai Indonesia dapat mengoptimalkan penerimaan di dalam negeri dengan mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 7%.

Kemudian, pemerintah perlu menciptakan sistem birokrasi yang bersih, meningkatkan kemudahan berusaha sehingga Incremental Capital Output Ratio (ICOR) turun menjadi 4%, serta menegakkan pemerintahan yang antikorupsi.

Baca Juga:
Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Soal pertahanan, lanjutnya, penyediaan alat utama sistem senjata (alutsista) juga dapat diperkuat oleh industri di dalam negeri dengan mendorong transfer of technology.

"Maka hati-hati kalau mau utang, terutama pada infrastruktur yang punya risiko tinggi. Kita mesti hitung betul. Kita mesti prudent betul. karena ini pernah dilakukan dan membikin banyak negara kolaps karena utang," kata Ganjar.

Di lain pihak, capres Anies Baswedan justru menilai rasio utang pemerintah hampir 40% PDB sudah tergolong tinggi. Menurutnya, rasio utang pemerintah idealnya terjaga di bawah 30% PDB.

Baca Juga:
WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Dia menyebut pemerintah juga perlu mendorong skema-skema pembiayaan kreatif sehingga tidak tergantung pada luar negeri, termasuk pelibatan swasta. Setelahnya, optimalisasi pendapatan negara melalui perluasan basis pajak juga perlu dilakukan

"Memastikan bahwa ada perluasan wajib pajak yang harapannya nanti akan memperkuat juga GDP kita, di samping mengurangi kebocoran pajak," ujarnya.

Soal pemanfaatan utang, ia mengingatkan bahwa utang hanya digunakan untuk aktivitas produktif. Contoh pemanfaatan utang nonproduktif yang perlu dihindari antara lain belanja alutsista bekas oleh Kementerian Pertahanan.

Baca Juga:
Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Terkait dengan utang, terdapat temuan menarik dalam survei pajak dan politik DDTCNews yang diikuti oleh 2.080 responden. Unduh laporan survei bertajuk Saatnya Parpol & Capres Bicara Pajak melalui https://bit.ly/HasilSurveiPakpolDDTCNews2023.

Sebanyak 91,1% responden, termasuk mereka yang melek pajak, memandang agenda penurunan utang penting dimiliki parpol atau capres. Sementara itu, responden yang netral mencapai 7,0% dan sisanya menganggap tidak penting.

Hasil ini juga sejalan dengan statistik responden yang sebagian besar menaruh utang sebagai prioritas terakhir—dibandingkan dengan pajak, PNBP SDA, cukai, dividen, dan bea—dalam hal meningkatkan pendapatan negara guna memenuhi kebutuhan pembangunan. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

BERITA PILIHAN
Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 14:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:45 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:25 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP