Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) dan Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi menghadiri pelantikan anggota dewan pengawas dan anggota badan pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Istana Negara, Jakarta, Senin (17/10/2022). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/tom.
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan ancaman resesi dan kenaikan inflasi global dapat berlanjut hingga 2 tahun ke depan.
Sri Mulyani mengatakan risiko yang dihadapi negara-negara dunia kini bergeser dari pandemi menjadi gejolak ekonomi. Menurutnya, risiko yang menantang harus diwaspadai semua negara, termasuk Indonesia.
"Ini adalah konteks yang sedang dan akan terus kita kelola hari ini dan tahun 2023, dan bahkan kemarin pembahasan persoalan kompleks ini akan berlanjut pada 2024," katanya, Rabu (19/10/2022).
Sri Mulyani mengatakan dunia sedang menghadapi gejolak ekonomi akibat inflasi yang melonjak, pengetatan likuiditas dan kenaikan suku bunga, potensi krisis utang global, serta potensi stagflasi. Kondisi inilah yang membuat negara G-20 membahas mengenai global jaring pengamanan sektor keuangan atau financial safety net.
Dia menilai saat ini sudah banyak negara yang mengalami lonjakan inflasi sehingga melakukan langkah pengetatan likuiditas dan menaikkan suku bunga. Kondisi ini menyebabkan volatilitas pasar keuangan global, arus keluar modal, serta pelemahan nilai tukar dan lonjakan biaya utang.
Persoalan selanjutnya, muncul potensi krisis keuangan global karena banyak negara memiliki rasio utang tinggi di atas 60%-100% PDB. Hal itu menyebabkan lebih dari 60 negara berisiko mengalami gagal bayar utang atau default.
"Akan banyak negara yang akan masuk dalam krisis default sehingga yang kemudian muncul dalam bentuk krisis ekonomi," ujarnya.
Sri Mulyani menyebut semua kondisi tersebut akan membuat perekonomian global makin rumit. Langkah pemulihannya juga lebih sulit lantaran ruang kebijakan fiskal dan moneter makin terbatas karena sudah digunakan sejak krisis keuangan global pada 2008-2009, dan puncaknya untuk menangani pandemi Covid-19.
Berbagai lembaga kemudian merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi global secara tajam. Misalnya di Amerika Serikat, pelemahan ekonomi diperkirakan terjadi pada 2022 dan 2023, bahkan resesi bukan menjadi hal yang tidak mungkin.
Situasi serupa juga terjadi di kawasan Eropa dan China. Dalam konteks Indonesia, Sri Mulyani meyakinkan pemerintah akan terus mewaspadai risiko global meski pertumbuhan ekonomi pada 2022 dan 2023 masih diprediksi tumbuh di atas 5%.
"Kita tahu bahwa external factor menjadi sangat dominan dan ini tentu mempengaruhi bagaimana kinerja ekonomi kita," imbuhnya. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.