BERITA PAJAK HARI INI

Bersiap, Pemerintah Bakal Setop Insentif Pajak Sektor Seperti Ini

Redaksi DDTCNews | Selasa, 23 November 2021 | 04:34 WIB
Bersiap, Pemerintah Bakal Setop Insentif Pajak Sektor Seperti Ini

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah memastikan adanya rencana penghentian pemberian insentif pajak untuk sektor usaha yang mulai pulih. Rencana tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (23/11/2021).

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan hingga saat ini belum ada sektor usaha yang pulih ke level sebelum pandemi Covid-19 terjadi. Namun, beberapa sektor usaha sudah mengalami perbaikan dan mulai tumbuh positif.

“Kita coba evaluasi. Sektor yang dirasa cukup bertahan dan sudah mampu membayar pajak kita kurangi [insentifnya],” ujar Yon.

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Dia mengatakan bagaimanapun pajak masih menjadi sumber utama penerimaan negara. Oleh karena itu, sektor yang sudah memiliki kinerja positif perlu kembali membayar pajak untuk memenuhi kebutuhan anggaran.

Selain mengenai penghentian pemberian insentif pajak, ada pula bahasan terkait dengan pajak atas natura. Kemudian, ada pula bahasan tentang pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) produk digital pada perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Fasilitas Pajak Tidak Dilanjutkan

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan pemerintah sudah mulai mengurangi jumlah sektor penerima insentif pajak pada semester II/2021. Insentif diharapkan benar-benar tepat sasaran membantu sektor usaha yang masih membutuhkan dukungan.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

“Pada semester II kemarin itu kita potong banyak. Belum ada yang betul-betul kembali pulih seperti level 2019 tapi kebanyakan sudah positif. Terhadap sektor-sektor ini, kita minta kontribusinya dan tidak diberi fasilitas lanjutan," ujar Yon. Simak pula ‘PMK Baru Soal Insentif Pajak Terbit, Ini Pernyataan Resmi DJP’. (DDTCNews)

Pemanfaatan Insentif Pajak

Pemerintah mencatat realisasi pemanfaatan insentif usaha hingga 19 November 2021 senilai Rp62,47 triliun atau 99,4% dari pagu Rp62,83 triliun. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan tingginya pemanfaatan insentif tersebut menunjukkan kegiatan usaha makin membaik. Dia memprediksi pemanfaatan insentif usaha hingga akhir tahun akan melampaui pagu.

"Ini cukup membebaskan hati karena sampai dengan bulan November ini pagunya telah terserap sekitar 99,4%. Artinya, ada kegiatan ekonomi maka ada klaim atas insentif pajak," katanya. (DDTCNews)

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

Pengenaan Pajak atas Natura

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Neilmaldrin Noor mengatakan kebijakan pajak atas natura dan/atau kenikmatan telah melalui kajian pemerintah. Pengenaan pajak ini untuk menciptakan keadilan.

“PPh atas natura tidak difokuskan untuk penerimaan negara. Namun, lebih kepada keadilan bagi masyarakat,” kata Neilmaldrin. Simak pula Fokus Bersiap, Penghasilan Selain Uang Bakal Kena Pajak. (Kontan/DDTCNews)

Skema Endorsement

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji sepakat dengan adanya pengenaan pajak atas natura. Pasalnya, kerap dijumpai karyawan dengan jabatan atau posisi tertentu yang menerima benefit tidak hanya berupa gaji, tapi juga fasilitas seperti rumah, atau kendaraan.

Baca Juga:
Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Fenomena tersebut menimbulkan ketidakadilan karena dalam ketentuan sebelumnya, natura tidak diperhitungkan dalam PPh. Apabila natura tidak dipajaki, Bawono khawatir akan makin banyak celah untuk perusahaan memberikan fasilitas kepada para karyawan dengan jabatan tinggi.

“Hal yg perlu juga dicermati ialah bahwa pengenaan frige benefit tersebut juga mengantisipasi adanya skema pemberian tambahan kemampuan ekonomis berupa fasilitas atau produk yang diberikan kepada influencer atas jasa endorsement,” kata Bawono.

Dia mengatakan kebijakan pajak natura lebih berorientasi pada keadilan dan bukan penerimaan. Pasalnya, melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), atas natura tersebut menjadi objek pajak bagi penerima dan dapat dibiayakan oleh pemberi. (Kontan)

Baca Juga:
Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

QA dalam Keberatan

DJP menyebut proses bisnis quality assurance (QA) sudah mulai dirintis saat wajib pajak menyampaikan keberatan.

Direktur Keberatan dan Banding DJP Wansepta Nirwanda mengatakan fungsi QA pada proses keberatan masih dilakukan secara terbatas. Menurutnya, mekanisme tersebut dilakukan oleh tim pembahas di Direktorat Keberatan dan Banding DJP.

"Saat ini fungsi QA dalam proses keberatan dilakukan melalui Tim Pembahas dan masih bersifat terbatas," katanya. Simak ‘Quality Assurance Keberatan Berlaku Pada 2 Aspek, Simak Penjelasan DJP’. (DDTCNews)

Baca Juga:
Pemda Adakan Pengadaan Lahan, Fiskus Beberkan Aspek Perpajakannya

Tata Cara Pengelolaan PNBP

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan peraturan baru mengenai tata cara pengelolaan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 155/2021. Terbitnya beleid ini untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14, 59, 70, 81, dan 89 Peraturan Pemerintah (PP) 58/2020 serta Pasal 12 PP 1/2021. PMK ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yakni 9 November 2021. (DDTCNews)

Calon Hakim Agung TUN Khusus Pajak

Komisi Yudisial (KY) kembali membuka penerimaan usulan calon hakim agung (CHA) dan calon hakim ad hoc Tipikor di Mahkamah Agung (MA).

Baca Juga:
Bingkisan Natal Tidak Kena Pajak Natura Asalkan Penuhi Ketentuan Ini

Anggota Komisi Yudisial sekaligus Ketua Bidang Rekrutmen Hakim Siti Nurdjanah seleksi ini dilakukan untuk memenuhi permintaan MA mengenai pengisian kekosongan jabatan hakim agung sebanyak 8 orang CHA dan jabatan hakim ad hoc berjumlah 3 orang calon.

Sebanyak 8 posisi CHA dicari untuk mengisi posisi 1 hakim agung di kamar perdata, 4 hakim agung di kamar pidana, 1 hakim agung di kamar agama, serta 2 hakim agung di kamar tata usaha negara (TUN) khusus pajak. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak