Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ketentuan baru administrasi pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) terkait dengan kegiatan di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB atau FTZ) mulai berlaku hari ini, Rabu (2/2/2022).
Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.173/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pembayaran, Pelunasan, dan Pengadministrasian PPN atau PPN dan PPnBM atas penyerahan barang kena pajak (BKP)/jasa kena pajak (JKP) dari dan/atau ke KPBPB.
“Salah satu contoh penguatan administrasi yang diberikan PMK 173/2021 ini adalah kemudahan proses endorsement yang sepenuhnya bersifat elektronik,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor melalui keterangan resmi.
Neilmaldrin mengatakan substansi pengaturan dalam beleid tersebut adalah penguatan administrasi PPN di KPBPB agar berkeadilan, sederhana, dan mudah. Substansi pengaturan juga akan memberikan kepastian hukum serta mewujudkan pengawasan yang efektif.
Sekarang, lanjut Neilmaldrin, pengusaha tidak perlu mengajukan permohonan secara terpisah dan menyerahkan berkas fisik sama sekali. Pengusaha di KPBPB cukup membuat dokumen Pemberitahuan Perolehan atau Pemasukan BKP/JKP (PPBJ) dan mengunggahnya ke Sistem Indonesia National Single Window (SINSW).
Setelah itu, sistem di DJP akan tersambung ke SINSW dan bekerja secara elektronik hingga hasil endorsement diberikan. DJP telah bekerja sama dengan Lembaga National Single Window (LNSW) dan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) terkait integrasi data tersebut
Selain itu, PMK ini juga mengatur mekanisme pengawasan sekaligus instrumen untuk menciptakan kepastian hukum dan keadilan berupa dokumen PPBJ.
Adapun PPBJ adalah dokumen yang harus dibuat pengusaha di KPBPB yang bermaksud memperoleh BKP atau JKP dari Tempat Lain di Dalam Daerah Pabean (TLDDP), Tempat Penimbunan Berikat (TPB), ataupun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
PPBJ merupakan dasar bagi pengusaha kena pajak (PKP) untuk menerbitkan faktur pajak dengan kode 07 (penyerahan yang mendapat fasilitas tidak dipungut PPN). PPJB memuat keterangan mengenai perolehan BKP/JKP, melampirkan salinan perikatan atau perjanjian perolehan BKP/JKP, dan/atau memuat keterangan mengenai rekening bank pembayaran pengusaha di KPBPB.
Adanya PPJB memberikan kepastian hukum terkait tanggung jawab pelunasan PPN. Apabila tidak diberikan endorsement atas perolehan BKP maka pengusaha di KPBPB yang membuat PPBJ wajib melunasi PPN terutang.
“Hal ini juga memberikan kepastian hukum dan keadilan kepada PKP. PKP hanya bertanggung jawab secara administratif sampai dengan membuat faktur pajak dengan benar,” imbuhnya.
Neilmaldrin mengatakan apabila endorsement tidak diberikan atau ada masalah lain terkait pemasukan barang, tanggung jawab pelunasan PPN terutang bukan lagi tanggung jawab PKP. Tanggung jawab itu ada pada pengusaha di KPBPB yang membuat PPJB. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.