Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews—Ditjen Pajak merilis beleid yang memerinci enam jenis transaksi yang memerlukan penilaian atau serangkaian kegiatan yang dilakukan DJP guna menentukan nilai tertentu atas objek penilaian.
Perincian transaksi yang memerlukan penilaian itu dituangkan dalam Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No.SE-05/PJ/2020 tentang Prosedur Pelaksanaan Penilaian untuk Tujuan Perpajakan.
“Penilaian dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar penilaian dalam rangka melaksanakan ketentuan, termasuk analisis kewajaran usaha,” demikian kutipan definisi penilaian dalam beleid tersebut
Enam transaksi itu yaitu, pertama, transaksi yang nilainya harus berdasarkan jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima. Transaksi ini terjadi dalam hal jual beli harta yang dipengaruhi hubungan istimewa sesuai Pasal 10 ayat (1) UU Pajak Penghasilan (PPh).
Kedua, transaksi yang harus berdasarkan harga pasar dalam hal tukar menukar sesuai dengan Pasal 10 ayat (2) UU PPh dan/atau perolehan atau pengalihan harta dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha seperti yang diatur Pasal 10 ayat (3) UU PPh.
Ketiga, transaksi yang berdasarkan nilai pasar dalam rangka pengalihan harta hibah yang tak memenuhi syarat dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a UU PPh sebagaimana disebutkan dalam Pasal 10 ayat (4) UU PPh.
Syarat itu di antaranya bantuan atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib termasuk zakat, serta harta hibah yang diterima keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan Pendidikan dan sosial serta UMKM.
Lebih lanjut, transaksi yang memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3), nilai transaksinya berdasarkan nilai sisa buku dari pihak yang mengalihkan harta. Artinya, transaksi itu tidak diharuskan menggunakan nilai pasar, sehingga tidak memerlukan penilaian.
Kemudian, pengalihan harta yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal dalam Pasal 10 ayat (5) UU PPh yaitu juga harus menggunakan nilai pasar dan memerlukan penilaian.
Keempat, transaksi yang harus berdasarkan pada harga pasar wajar. Transaksi ini terjadi dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang dipengaruhi hubungan istimewa sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Kelima, transaksi yang harus berdasarkan pada harga limit, sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No.85/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus.
Keenam, transaksi yang berdasarkan pada nilai hasil penilaian yang dilakukan oleh DJP dalam hal dilakukan penghitungan nilai harta bersih selain kas dalam rangka pelaksanaan UU Pengampunan Pajak.
Beleid ini sekaligus mencabut SE-61/PJ/2015 yang sebelumnya hanya menyebutkan tiga jenis transaksi yang memerlukan penilaian DJP. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.