JAKARTA, DDTCNews – Batasan saldo rekening keuangan yang wajib di laporkan ke otoritas pajak menuai kontroversi. Nilai saldo minimal rekening perbankan sebesar Rp200 juta dianggap terlalu rendah. Berita tersebut menjadi topik utama sejumlah media nasional pagi ini, Rabu (7/6).
Nilai tersebut secara psikologis mengesankan pemerintah lebih menyasar pajak masyarakat kelas menengah, bukan wajib pajak kaya yang pengemplang pajak. Batasan nilai pertanggungan di industri asuransi sebesar Rp200 juta juga terlalu kecil. Dengan nilai itu, maka premi hanya ratusan ribu rupiah per bulan juga akan wajib lapor secara otomatis.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan penetapan batasan saldo minimal Rp200 juta telah mempertimbangkan asas kepatuhan pajak. Menurutnya masyarakat dengan saldo di bawah Rp 200 juta dianggap telah membayar pajak penghasilan.
Berita lainnya datang dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mengaku tidak akan memangkas target penerimaan pajak 2017. Berikut ulasan ringkas beritanya:
Pada saat menyampaikan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal 2018, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan tak ada pemangkasan pada target penerimaan perpajakan 2017. Menurutnya, yang akan dilakukan terlebih dahulu adalah mengenai penyisiran potensi pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Sementara itu, Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Yon Arsal mengatakan penerimaan perpajakan hingga Mei 2017 sempat mengalami perlambatan.
Setelah naik tinggi sampai April 2017, realisasi penerimaan pajak Mei 2017 mulai menunjukkan perlambatan. Yon Arsal mengungkapkan penerimaan pajak selama lima bulan hingga akhir Mei 2017 hanya tumbuh 14%-15% year on year (YoY) atau sekitar Rp467,5 triliun. Namun untuk penerimaan pajak pada Mei saja hanya tumbuh single digit. Pertumbuhan single digit ini merupakan yang pertama kali pada tahun ini.
Memasuki bulan Ramadhan, penerimaan negara dari bea dan cukai mengalami lonjakan drastis. Hal itu yang membuat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) berhasil menghimpun pemasukan hingga Rp16,4 triliun. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp12,5 triliun atau 76% berasal dari cukai hasil tembakau. Sedangkan, kontribusi bea masuk sebesar Rp3,2 triliun. Selebihnya penerimaan berasal dari cukai ethil alkohol Rp14 miliar, cukai minuman mengandung ethil alkohol (MMEA) Rp354,2 miliar dan pendapatan cukai lainnya Rp24 miliar.
Kenaikan peringkat utang Indonesia ke level layak investasi atau investment grade dari Standard and Poor’s (S&P) pada 19 Mei 2017 menjadi pendorong masuknya arus modal asing ke dalam negeri. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan adanya potensi dana investasi dari luar negeri mencapai US$700 miliar yang akan masuk ke Indonesia tahun ini. Menurutnya, selama ini banyak dana investasi yang terganjal masuk ke Indonesia lantaran adanya syarat peringkat layak investasi dari tiga lembaga pemeringkat internasional utama, yaitu Moody’s, Fitch Ratings dan S&P.
Realisasi restitusi pajak selama Mei 2017 meningkat sebesar 17% dari posisi yang sama pada periode sebelumnya. Ditjen Pajak mencatat jumlah restitusi mencapai Rp68 triliun, sedangkan pertumbuhan penerimaan pajak bulan Mei hanya sekitar 14%. Jika tidak ada restitusi maka diproyeksikan pertumbuhan penerimaan pajak akan tembus angka 16%. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.