Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pada tahun ini, Ditjen Pajak (DJP) akan melakukan uji coba (piloting) tahap II penyampaian laporan keuangan berbasis extensible business reporting language (XBRL). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (30/4/2024).
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan uji coba tahap II akan turut melibatkan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan yang membawahi Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK). Terlebih, PPPK juga turut mengelola pembinaan akuntan publik.
“Jadi, kami berdua dengan Pak Sekjen berencana untuk mencoba sekitar mungkin 70-an wajib pajak lagi. Kami akan coba untuk melakukan submission laporan keuangan dalam bentuk XBRL,” ujar Suryo.
Melalui KEP-159/PJ/2022, DJP pertama kali menunjuk 37 wajib pajak yang menyampaikan laporan keuangan berbasis XBRL mulai 1 April 2022 untuk piloting tahap I. Pada Desember 2023, Suryo mengungkap sudah dilakukannya evaluasi terhadap piloting tahap I.
Hasilnya, otoritas akan melakukan setidaknya 2 penyempurnaan. Pertama, taksonomi data atau struktur yang disampaikan dalam format XBRL, khusus untuk model UMKM. Kedua, taksonomi catatan atas laporan keuangan.
Penyampaian laporan keuangan berbasis XBRL adalah kegiatan penyampaian laporan keuangan terstandar yang terdiri atas laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas, serta catatan atas laporan keuangan, perhitungan rekonsiliasi fiskal, dan detail laba rugi berbasis XBRL.
XBRL adalah bahasa komunikasi elektronik yang secara universal digunakan untuk transmisi informasi bisnis. XBRL dinilai dapat menyempurnakan proses persiapan, analisis, dan akurasi bagi berbagai pihak yang menyediakan dan menggunakan informasi bisnis.
Selain penyampaian laporan keuangan berbasis XBRL, ada pula bahasan terkait dengan penghitungan angsuran PPh Pasal 25, terutama untuk wajib pajak badan yang sudah tidak menggunakan rezim PPh final UMKM mulai 2023.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan uji coba penyampaian laporan keuangan berbasis XBRL memang dilakukan secara bertahap. Hal ini dikarenakan masing-masing sektor memiliki XBRL yang berbeda-beda. Namun, belum ada perincian tentang waktu dimulainya piloting tahap II tersebut.
"Karena memang sektoral berbeda, XBRL-nya pun versinya juga akan mengalami penyesuaian. Tidak dapat dipersamakan antarsektor yang ada di ekonomi kita. Jadi, spesifik sektor berbeda, XBRL type-nya pun juga mengalami perbedaan,” kata Suryo. (DDTCNews)
Laporan keuangan berbasis XBRL yang dibuat wajib pajak tersebut harus disampaikan ke tempat penyampaian laporan keuangan yang telah ditentukan oleh DJP, yaitu melalui DJP Online atau Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP).
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan penyampaian laporan keuangan berbasis XBRL akan berjalan secara penuh ketika sistem inti administrasi perpajakan (SIAP) atau coretax administration system (CTAS) diimplementasikan.
"Mudah-mudahan tidak ada halangan dan mudah-mudahan pada waktu implementasi coretax, XBRL yang merupakan lampiran dari SPT dapat kita implementasikan dengan sebaik-baiknya,” ujar Suryo. (DDTCNews)
Wajib pajak badan yang sudah beralih dari rezim PPh final UMKM ke ketentuan umum pada 2023 akan menghitung angsuran PPh Pasal 25 pada tahun ini sesuai dengan SPT Tahunan.
Contact center DJP Kring Pajak mengatakan penghitungan besarnya angsuran PPh Pasal 25 pada 2023 diberlakukan seperti wajib pajak baru, yakni nihil. Namun, untuk angsuran PPh Pasal 25 pada 2024 dihitung berdasarkan pada pajak terutang pada SPT Tahunan PPh 2023.
“Untuk angsuran PPh Pasal 25 selama tahun pajak 2023 adalah nihil (WP baru). Untuk angsuran PPh Pasal 25 selama tahun pajak 2024 dihitung berdasarkan SPT Tahunan PPh 2023 (bukan WP baru lagi),” tulis Kring Pajak. Simak ‘Begini Angsuran PPh Pasal 25 Setelah 2023 Tidak Pakai Pajak Final UMKM’. (DDTCNews)
Dirjen pajak memiliki kewenangan untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran PPh Pasal 25 pada tahun pajak berjalan dalam hal‐hal tertentu. Simak ‘Ingat, Dirjen Pajak Berwenang Tetapkan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25’.
Berdasarkan pada Penjelasan Pasal 25 ayat (6) UU PPh, pada dasarnya besarnya pembayaran angsuran pajak oleh wajib pajak sendiri dalam tahun berjalan sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak yang akan terutang pada akhir tahun.
“Oleh karena itu, … dalam hal‐hal tertentu direktur jenderal pajak diberikan wewenang untuk menyesuaikan perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan,” penggalan Penjelasan Pasal 25 ayat (6) UU PPh. (DDTCNews)
Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi pada kuartal I/2024 mampu mencapai Rp401,5 triliun. Nilai itu tumbuh 22,1% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan realisasi tersebut sudah mencapai 24,3% dari target realisasi investasi yang ditetapkan pemerintah pada tahun ini senilai Rp1.650 triliun.
Dari realisasi investasi tersebut, penanaman modal asing menyumbang Rp204,4 triliun. Sementara itu, investasi yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam negeri mencapai Rp197,1 triliun. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan dapat diajukan apabila wajib pajak badan tidak bisa menyampaikan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan karena alasan tertentu.
"Untuk wajib pajak badan, memang kita memberikan relaksasi untuk melakukan penundaan. Biasanya untuk wajib pajak badan ini laporan tahunannya belum selesai," katanya.
Wajib pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis. Pemberitahuan tersebut kini bisa disampaikan secara online melalui aplikasi e-PSPT pada DJP Online. (DDTCNews)
Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan dari PPN dan PPnBM pada kuartal I/2024 senilai Rp155,79 triliun, terkontraksi atau minus 16,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Realisasi itu setara dengan 19,2% dari target yang ditetapkan sejumlah Rp811,366 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan PPN dalam negeri sebagai kontributor terbesar dalam penerimaan pajak mengalami kontraksi dalam karena peningkatan restitusi.
"Ini harus kita lihat secara hati-hati. Artinya ada koreksi yang mempengaruhi penerimaan negara. Koreksi dari kegiatan ekonomi, apakah dari sisi harga komoditas maupun kegiatan ekonomi yang terefleksikan dalam penerimaan negara," katanya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
Pemerintah akan menambah insentif pajak untuk penempatan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) dalam rupiah di dalam negeri. Tahap harmonisasi rancangan peraturan pemerintah (RPP) sudah selesai.
“Pokok utamanya adalah terutama ada tambahan insentif kalau ditaruh di instrumen rupiah. Itu cukup berbeda,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu.
Selain akan menambah insentif, RPP yang baru juga akan mengakomodasi penambahan instrumen penempatan DHE SDA, seperti term deposit valas Bank Indonesia dan promissory notes LPEI. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.