MENURUT definisi OECD, kontribusi jaminan sosial (social security contribution/SSC) merupakan pembayaran wajib yang dibayarkan kepada pemerintah dengan tujuan untuk terwujudnya penyaluran atas manfaat-manfaat sosial (social benefits) kepada masyarakat di masa depan.
Kontribusi/iuran tersebut bersumber dari dari pekerja (employee), pemberi kerja (employer), serta wirausaha (self-employed) melalui suatu skema jaminan sosial yang dijalankan oleh unit-unit pemerintah (IMF, 2014).
Kontribusi Jaminan merupakan iuran yang di banyak negara maju menjadi tulang punggung penerimaan pajak dan berdampak pada tingginya tax ratio. Dalam struktur penerimaan pajak di negara OECD, porsi kontribusi jaminan sosial cukup besar. Porsinya mencapai 26% dari total penerimaan pajak pada 2017.
Di Indonesia sendiri, kontribusi jaminan sosial bersama dengan pajak daerah tidak termasuk dalam struktur penerimaan perpajakan, sehingga tax ratio yang digunakan pemerintah menggunakan arti yang lebih sempit apabila dibandingkan dengan negara-negara lain, khususnya anggota OECD.
Asian Development Bank (ADB) bersama dengan International Monetary Fund (IMF), Intra-European Organisation of Tax Administrations (IOTA), dan The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) membangun sebuah kerangka survei yang dinamakan International Survey on Revenue Administration (ISORA).
Tabel berikut memperlihatkan struktur penerimaan perpajakan di negara-negara yang terlibat di dalam survei tersebut. Negara-negara di dalam tabel ini merupakan negara yang turut memperhitungkan kontribusi jaminan sosial dalam struktur penerimaan perpajakannya.
Jenis-jenis pajak selain dari kontribusi jaminan sosial yang terdapat dalam tabel ini antara lain pajak penghasilan orang pribadi (PPh OP), PPh badan, serta pajak pertambahan nilai (PPN). Sebagai informasi, sisa dari jumlah persentase merupakan proporsi jenis pajak lainnya.
Berdasarkan tabel di atas, proporsi kontribusi jaminan sosial tertinggi dimiliki oleh Slovenia, Kroasia, dan Estonia. Di lain pihak, negara-negara yang memiliki proporsi terendah antara lain Denmark, Finlandia, dan Afrika Selatan.
Negara-negara yang memperhitungkan kontribusi jaminan sosial pada umumnya juga memiliki tax ratio yang tinggi. Menurut OECD Revenue Statistics 2019, negara-negara OECD pada 2017 memiliki rata-rata tax ratio sebesar 34,2%.
Menariknya, negara-negara yang memiliki proporsi jaminan sosial yang rendah juga memiliki tax ratio yang tinggi, seperti Denmark dan Finlandia, yang masing-masing memiliki tax ratio sebesar 45,7% dan 43,3% pada 2017. Hal ini tentunya menyiratkan negara tersebut tidak bergantung pada penerimaan yang bersumber dari kontribusi jaminan sosial.
Dengan demikian, Indonesia sebagai negara yang tidak memasukkan kontribusi jaminan sosial di struktur penerimaan perpajakannya sekiranya juga tidak bergantung pada hal tersebut. Dalam upaya mengerek tax ratio sebagai alat ukur kinerja penerimaan, masih banyak sumber penerimaan lain yang dapat digali diprioritaskan. Terlebih, setoran untuk kontribusi jaminan sosial di Indonesia masih sangat minim.*
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.