BERITA PAJAK HARI INI

Awasi Realisasi Komitmen Wajib Pajak Peserta PPS, DJP Pakai Aplikasi

Redaksi DDTCNews | Rabu, 28 September 2022 | 08:28 WIB
Awasi Realisasi Komitmen Wajib Pajak Peserta PPS, DJP Pakai Aplikasi

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) menggunakan aplikasi dashboard pengawasan untuk memantau realisasi atas komitmen wajib pajak peserta Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (28/9/2022).

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan aplikasi dashboard pengawasan itu sudah siapkan secara internal. Dengan aplikasi ini, DJP dapat mengawasi wajib pajak yang sudah berkomitmen untuk melakukan repatriasi harta atau aset.

“Akan kita lakukan pengawasan,” kata Yon.

Baca Juga:
Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Sesuai dengan ketentuan, wajib pajak yang berkomitmen untuk melakukan repatriasi ataupun repatriasi dan investasi diharuskan untuk memulangkan aset yang ada di luar negeri ke Indonesia paling lambat pada 30 September 2022.

Berdasarkan catatan DJP, ada harta senilai Rp16 triliun yang harus segera dipulangkan ke Indonesia pada akhir bulan ini. Nilai tersebut terbagi atas harta Rp13,7 triliun yang direpatriasi dan tidak diinvestasikan serta harta Rp2,36 triliun yang direpatriasi dan diinvestasikan.

Selain mengenai pengawasan atas realisasi repatriasi harta peserta PPS, ada pula ulasan terkait dengan uji coba penyampaian laporan keuangan berbasis extensible business reporting language (XBRL). Kemudian, ada bahasan tentang rencana ekstensifikasi pajak pada 2023.

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Wajib Pajak Gagal Repatriasi Hartanya

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan mengatakan jika diketahui ada wajib pajak yang tidak merepatriasi harta hingga batas waktu, DJP akan melakukan klarifikasi terlebih dahulu.

“Dalam hal wajib pajak, setelah melewati batas waktu yang ditentukan, belum menyampaikan atau memasukkan asetnya ke Indonesia, tentu kita kan lakukan tindakan klarifikasi terlebih dahulu,” ujar Yon.

Sesuai dengan ketentuan, bila wajib pajak tidak merepatriasi hartanya hingga batas waktu, DJP akan mengenakan PPh final tambahan. DJP akan menerbitkan surat teguran kepada wajib pajak yang gagal melakukan repatriasi sesuai dengan komitmen awal dalam Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH).

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Wajib pajak bisa menyampaikan klarifikasi atau menyetorkan PPh final tambahan atas harta yang gagal direpatriasi. Bila surat teguran tidak segera diklarifikasi atau wajib pajak tak segera menyetor PPh final tambahan, DJP akan menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB). (DDTCNews)

Evaluasi Uji Coba Laporan Keuangan Berbasis XBRL

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan hasil uji coba penyampaian laporan keuangan berbasis XBRL akan dievaluasi. Hasil evaluasi akan menentukan waktu yang tepat bagi DJP untuk memulai perluasan cakupan.

"Kami dalam proses evaluasi. Nanti kita tentukan seberapa cepat kita akan lakukan implementasinya ke skala nasional dan perluasan cakupannya," ujar Yon. (DDTCNews)

Baca Juga:
Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Pengawasan Wajib Pajak Kaya dan Grup

Dalam pembacaan Laporan Panja Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit, dan Pembiayaan RAPBN 2023, Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR Bramantyo Suwondo mengatakan salah satu upaya untuk mengamankan penerimaan pajak tahun depan adalah penguatan ekstensifikasi dan pengawasan terhadap orang kaya.

"Penguatan ekstensifikasi pajak serta pengawasan terarah dan berbasis kewilayahan dengan mengimplementasikan penyusunan daftar prioritas pengawasan, serta pengawasan terhadap wajib pajak HNWI (high net worth individuals) beserta wajib pajak grup dan ekonomi digital,” katanya. (DDTCNews)

Devisa Hasil Ekspor

Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan pemerintah telah mengenakan sanksi pelanggaran DHE terhadap eksportir komoditas sumber daya alam (SDA). Adapun nilai sanksi yang dikumpulkan sejauh ini sudah mencapai Rp6,4 miliar.

Baca Juga:
PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

"Pengenaan sanksi atas pelanggaran ketentuan DHE telah dilaksanakan oleh DJBC sesuai dengan pengawasan Bank Indonesia," katanya. (DDTCNews/Kontan)

Insentif Pajak

Pemerintah mencatat realisasi anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PC-PEN) hingga 16 September 2022 senilai Rp214,9 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan mengatakan realisasi tersebut setara dengan 47,2% dari alokasi Rp455,62 triliun. Program PC-PEN terbagi dalam 3 klaster, termasuk penguatan pemulihan ekonomi yang di dalamnya mencakup insentif perpajakan.

Baca Juga:
Ada Coretax, Pembayaran dan Pelaporan Pajak Bakal Jadi Satu Rangkaian

"Insentif perpajakan [realisasinya senilai] Rp11,9 triliun," katanya. (DDTCNews)

Tidak Dapat Diterbitkan SKP Lagi

DJP tidak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak (SKP) terhadap wajib pajak yang sudah mendapat vonis di pengadilan. Penyuluh Pajak Ahli Muda DJP Giyarso mengatakan ketentuan tersebut berlaku setelah dihapuskannya Pasal 13 ayat (5) dan Pasal 15 ayat (4) UU KUP melalui UU Cipta Kerja.

“Dulu saat UU KUP belum diubah dengan UU Cipta Kerja, setelah [wajib pajak] divonis oleh pengadilan negeri, DJP masih bisa menerbitkan SKP,” kata Giyarso. Simak ‘Wajib Pajak Kena Vonis di Pengadilan, DJP Tak Bisa Terbitkan SKP Lagi’. (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?