JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) terus mengupayakan perluasan basis pajak seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan media sosial saat ini. Kali ini Ditjen Pajak mengejar para pelaku bisnis online dan selebritis di media sosial. Berita ini mewarnai halaman utama beberapa surat kabar pagi ini, Jumat (14/10).
Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Kemkeu Yon Arsal menyebutkan ada potensi penerimaan US$1,2 miliar atau setara Rp15,6 triliun dari aktivitas ekonomi di media sosial.
DJP akan terus memantau media sosial untuk menjaring mereka yang potensial menjadi subjek pajak. Bahkan saat ini Ditjen Pajak sudah mengecek alamat dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) atas pelaku bisnis online dan selebgram tersebut.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama menuturkan skema pajak yang akan dikenakan merujuk pada pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Namun, hingga kini DJP masih mengkaji mekanisme pemajakannya.
Kabar lainnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menyiapkan 3 strategi untuk mendorong masuknya dana repatriasi lebih signifikan. Bagaimana caranya? Berikut ringkasan beritanya:
Pertama, pemerintah akan menyediakan tawaran investasi baik di sektor keuangan, pasar modal maupun sektor riil. Kedua, pemerintah berjanji akan memperbaiki pilhan-pilihan investasi termasuk memberikan kesempatan pada swasta untuk berinvestasi pada proyekj-proyek yang sedang dikerjakan pemerintah seperti infrastruktur. Ketiga, pemerintah akan memperbaiki kesiapan berbagai proyek yang akan digarap mulai dari tingkat feasibilitasnya maupun tingkat rate of return yang lebih menggiurkan investor.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani mengatakan masih banyak pengusaha yang akan ikut program tax amnesty periode II. Menurutnya, pada periode pertama peserta yang ikut lebih banyak dari perorangan dan sedikit perusahaan. Dia memperkirakan pada Desember nanti lonjakan peserta tax amnesty akan signifikan. Sebelumnya, Kadin telah mengirimkan surat edaran kepada anggotanya untuk mengikuti tax amnesty.
Selama 3 bulan pertama pelaksanaan tax amnesty, PT Bank BNI telah berhasil menghimpun dana tebusan sebesar Rp7,6 triliun yang berasal dari 61.000 transaksi. Uang itu telah disetorkan pada pemerintah melalui DJP Kementerian Keuangan. Sementara dana repatriasi yang dikelola mencapai Rp780,6 miliar. BNI menawarkan beberapa produk untuk menampung dana repatriasi di antaranya treasury dan wealth management.
Badan Anggaran DPR meminta pemerintah untuk mengalihkan dana subsidi non-energi tahun depan ke belanja kemnetrian/lembaga (K/L) karena realisasi penyerapan subsidi tahun ini tergolong rendah. Menurut Kemenkeu hingga akhir September 2016, realisasi subsidi kredit program baru mencapai Rp1,47 triliun. Jumlah itu kurang dari 10% target APBNP 2016 yang sebesar Rp15,77 triliun. Penyerapan yang masih minim itu diperkirakan karena infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) masih belum siap.
Kasubdit Dampak Kepatuhan DJP Romadhaniah mengatakan realisasi pencairan restitusi hingga 30 september 2016 senilai Rp87,79 triliun relatif sama dengan performa tahun lalu sekitar Rp87 triliun juga. Padahal, menurutnya tren pencairan restitusi setiap tahunnya pasti meningkat. Dia menilai hal ini karena banyak wajib pajak yang mengikuti tax amnesty. Seperti diketahui, salah satu syarat mengajukan tax amnesty yakni, pencabutan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
Komisi XI DPR mempertanyakan pemberian penanaman modal negara (PMN) kepada sejumlah Badan Layanan Umum (BLU) karena seharusnya PMN diberikan kepada BUMN yang mendapatkan profit dari penanaman modal. BLU yang dipermasalahkan seperti BPJS Kesehatan, Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. DPR menilai keputusan itu tidak tepat karena PMN tidak digunakan untuk berinvestasi tetapi justru untuk menutup kerugian.
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mem[erkirakan pembentukan holding badan usaha milik desa (BUMDes) dapat dilakukan tahun ini melalui kerja sama dengan Kementerian BUMN. Menurutnya holding BUMDes tidak akan sama dengan holding BUMN yang membutuhkan pembentukan suatu badan baru. Holding BUMDes bisa menggunakan bantuan BUMN yang sudah ada seperti dari perbankan yakni, Bank BNI, Bank BRI, dan Perum Bulog untuk memberikan pendampingan manajerial.
Kenaikan tarif jalan tol dan tarif dasar listrik untuk 12 golongan pelanggan pada Oktober 2016 diperkirakan tidak akan memberikan efek yang signifikan ke inflasi. Inflasi rendah diprediksi masih akan berlanjut pada bulan ini, setelah inflasi September lalu mencapai 0,22%. Namun, curah hujan yang tinggi dan banjir di beberapa daerah akan mengakibatkan kenaikan harga cabai. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.