Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai peraturan perundang-undangan Indonesia belum memadai untuk mengatur aset dan produk keuangan digital yang berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir.
Sri Mulyani mengatakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) telah menyadari munculnya aset dan produk keuangan digital harus disikapi dengan regulasi yang tepat. Namun, merancang regulasi itu tidak mudah karena pemerintah ingin produk hukumnya dapat berlaku jangka panjang.
"Peraturan perundang-undangan di sektor keuangan untuk mengantisipasi teknologi digital sangat tidak memadai. Jadi ini memang priority karena kalau tidak ya kita akan terus dalam situasi awkward atau kikuk," katanya, dikutip pada Minggu (30/1/2022).
Sri Mulyani menjelaskan perkembangan teknologi digital telah berjalan cepat dan terus berubah. Menurutnya, perubahan pada teknologi digital tersebut bahkan jauh lebih cepat ketimbang proses pembuatan sebuah regulasi.
Dia menjelaskan Kemenkeu terus berkoordinasi dengan anggota KSSK lainnya untuk membahas regulasi mengenai aset dan produk keuangan digital. Menurutnya, KSSK juga mengamati peraturan yang digunakan negara lain sebagai bahan perbandingan.
Perkembangan aset dan produk keuangan digital itu, lanjutnya, telah menimbulkan kebingungan di banyak negara. Di Indonesia, pemerintah akan mengklasifikasikan aset dan produk keuangan digital tersebut untuk diatur di bawah Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan.
Dalam pembuatan regulasinya pun, ia menegaskan pemerintah akan mengaturnya secara prinsip sehingga tetap relevan untuk jangka panjang.
"[Regulasi] ini akan principal base, jadi tak mudah expired. Kalau berdasarkan produk atau institusi, nanti begitu ada perubahan akan susah untuk catching up," ujar Sri Mulyani.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyatakan perkembangan produk keuangan digital menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi. Namun, lanjutnya, OJK hanya akan mengatur produk keuangan yang disediakan penyedia jasa keuangan.
"Kripto sudah jelas, karena sifatnya spekulatif, tidak ada value underlying-nya. Dari awal kami di sektor keuangan tidak boleh berdagang itu, apalagi memfasilitasi perdagangannya," tuturnya.
Saat ini, persoalan aset digital seperti kripto tengah dikaji Bappebti karena tak dianggap sebagai mata uang atau alat transaksi. Kemendag akan membentuk bursa kripto yang mengatur perdagangan kripto secara legal, yang kemudian disusul dengan aturan perpajakannya. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.