KEDUDUKAN Pengadilan Pajak sebagai badan peradilan pajak yang menjalankan fungsi kehakiman sampai saat ini masih dipertanyakan oleh banyak pihak. Pertanyaan tersebut terkait dengan beberapa hal seperti berikut ini.
Pertama, putusan Pengadilan Pajak bersifat final dan tidak dapat diajukan banding. Kedua, Pengadilan Pajak adalah pengadilan pertama dan terakhir tidak bermuara ke Mahkamah Agung. Ketiga, terdapat dualisme dalam kedudukannya, di mana secara organisasi, administrasi, dan keuangan dibawah kemenkeu, tetapi pertimbangan teknis ada di Mahkamah Agung.
Dengan alasan-alasan tersebut apakah benar Pengadilan Pajak memang tidak dapat dikatakan sebagai badan peradilan pajak yang menjalankan fungsi kehakiman? Berikut ini beberapa argumentasi hukum yang diberikan untuk menunjukkan bahwa Pengadilan Pajak merupakan badan peradilan pajak yang menjalankan fungsi kehakiman.
Pertama, diawali dengan ketentuan Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya, yaitu (i) peradilan umum, (ii) peradilan agama, (iii) peradilan militer, dan (iv) peradilan tata usaha negara, serta sebuah Mahkamah Konstitusi.
Kedua, Pasal 15 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa “Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan undang-undang”. Penjelasan Pasal 15 ayat (1) tersebut mengatakan bahwa “pengadilan khusus” dalam ketentuan ini adalah, antara lain, ….. , dan Pengadilan Pajak di lingkungan peradilan tata usaha negara.
Tiga, Pasal 9A UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha menyebutkan “Di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dapat diadakan pengkhususan yang diatur dengan undang-undang”. Dalam Penjelasan Pasal 9A tersebut dikatakan bahwa yang dimaksud dengan “pengkhususan” adalah diferiensi atau spesialisasi di lingkungan peradilan tata usaha negara, misalnya Pengadilan Pajak.
Empat, Pasal 27 ayat (2) UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan bahwa “Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara.”
Lima, dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) UU No. 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak termaktub bahwa pembinaan teknis peradilan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung, sedangkan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Departemen Keuangan;
Enam, Pasal 77 ayat (3) UU No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan bahwa pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan pengadilan pajak kepada Mahkamah Agung.
Berdasarkan pemaparan atas bunyi ketentuan dalam pasal-pasal yang disebutkan di atas, dapat dilihat bahwa terdapat keterkaitan antara bunyi ketentuan yang terdapat dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 dengan bunyi ketentuan yang termaktub dalam hukum positif di atas.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa adanya ketentuan-ketentuan dalam hukum positif di atas, telah cukup menjadi dasar bahwa Pengadilan Pajak termasuk dalam lingkup peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung.
Hal tersebut juga ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara Nomor 004/PUU-11/2004 mengenai permohonan uji materi UU Pengadilan Pajak yang diajukan oleh PT. Apota Wibawa Utama.
Selain itu, walapun di Pengadilan Pajak tidak mengenal upaya kasasi, tetapi menurut Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Perkara Nomor 004/PUU-II/2004 menyatakan bahwa Pengadilan Pajak tetap berpuncak kepada Mahkamah Agung, dan termasuk dalam lingkup peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945. Hal ini disebabkan karena pembinaan teknis peradilan dilakukan oleh Mahkamah Agung, maka pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.