KEBIJAKAN PAJAK

Apakah Insentif Pajak KEK & Prinsip Perdagangan Internasional Selaras?

Redaksi DDTCNews | Jumat, 19 Juni 2020 | 18:30 WIB
Apakah Insentif Pajak KEK & Prinsip Perdagangan Internasional Selaras?

PENENTUAN kebijakan pajak internasional merupakan proses yang kompleks. Terlebih, belum ada organisasi perpajakan di tingkat global yang menengahi kepentingan berbagai negara. Berbeda halnya dengan pajak, kebijakan perdagangan lebih terkoordinasi secara komprehensif di bawah satu lembaga, yaitu World Trade Organization (WTO).

Padahal, perpajakan dan perdagangan sendiri sejatinya saling bersinggungan satu sama lain, baik secara bilateral maupun multilateral. Salah satu yang paling terlihat ialah dalam konteks kebijakan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang memberikan berbagai keringanan pajak hanya di wilayah itu. Contohnya seperti penerapan special tax zones (STZ) dan tax-free zones.

Hal inilah yang kemudian diangkat oleh IBFD dalam buku terbitannya dengan judul “Special Tax Zones in the Era of International Tax Coordination”. Dengan fokus pembahasan mengenai KEK dalam koordinasi perpajakan internasional, editor buku membagi 14 bab ulasan ke dalam empat bagian.

Baca Juga:
Gratis! Download 10 Buku Pajak yang Diterbitkan DDTC

Pertama, pengenalan mengenai set KEK yang akan diangkat dalam bab-bab selanjutnya, yakni STZ. Kedua, bahasan per topik yang mencakup bahasan mengenai STZ dalam perspektif sistem pajak internasional, perspektif bisnis internasional, hingga tinjauan secara konstitusional. Ketiga, survei penerapan STZ di berbagai negara. Keempat, rekomendasi penerapan STZ di masa depan.

Pada bagian awal, buku yang disunting oleh Antti Laukkanen, Pasquale Pistone, dan Jan de Goede tersebut mengangkat mengenai penerapan KEK yang sering kali salah kaprah diasosiasikan sebagai bentuk kompetisi pajak antarnegara.

Penilaian tersebut sesungguhnya tidak mengherankan. Sebab, negara yang memberlakukan rezim ini juga memberikan berbagai keringanan pajak yang hanya berlaku untuk kawasan tertentu dalam wilayah negara tersebut.

Baca Juga:
Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

Tujuannya tidak lain ialah untuk menarik investasi ke dalam suatu negara. Meski begitu, sejak bergulirnya Rencana Aksi BEPS 5, rezim pemberian insentif pajak melalui KEK sedikit demi sedikit mulai dipandang berbeda dengan rezim pajak lain yang dinilai membahayakan.

Ulasan dalam buku ini tampak sederhana pada awalnya. Namun, ada pemaparan perspektif yang berbeda begitu membaca hingga akhir buku ini. Salah satunya ialah topik yang diangkat oleh Reuven Avi Yonah dan Martin Vallespinos yang bertajuk “Special Tax Zones and the World Trade Organization.”

Sebagaimana diketahui, dengan absennya organisasi pajak global sebelum OECD menginisiasi koordinasi secara multilateral, kebijakan pajak internasional sering kali terasosiasi dengan WTO. Tidak terkecuali pula untuk konsep pemberian keringanan pajak melalui KEK.

Baca Juga:
Diperpanjang hingga 2030, Lahan Pertanian di Negara Ini Bebas Pajak

Hal ini memunculkan akibat secara hukum bahwa STZ sebagai salah satu bentuk KEK, masih menganut prinsip-prinsip yang diinisiasi oleh WTO agar tidak menyalahi konsep kesetaraan dalam perdagangan.

Prinsip tersebut terangkum dalam suatu ketentuan yang disebut sebagai Subsidies and Countervailing Measures (SCM). Berdasarkan SCM tersebut, kedua penulis yang merupakan akademisi dari Universitas Michigan ini mengklasifikasikan berbagai tipe STZ, mulai dari yang dapat melanggar ketentuan SCM hingga sesuai dengan prinsip SCM.

Bahasan pada topik ini kemudian menjadi sangat penting untuk mencapai suatu kesimpulan bahwa pemberian keringanan pajak melalui rezim KEK ini seharusnya merupakan kedaulatan suatu negara sepanjang tidak melanggar prinsip SCM. Namun, SCM sendiri masih dianggap tidak sesuai dengan tujuan dari WTO, yakni untuk memastikan pergerakan barang dan jasa tanpa hambatan yang berarti.

Baca Juga:
DDTC Rilis Buku SDSN UU KUP, PPh, dan PPN Terbaru Versi Bahasa Inggris

Buku ini semakin mengungkap bahwa perdagangan dan perpajakan seharusnya tidak dipandang secara terpisah seluruhnya. Selain itu, beberapa bahasan dalam buku ini juga menegaskan bahwa sudah seharusnya OECD dan WTO berkoordinasi satu sama lain sehingga STZ tidak lagi dipandang “mencederai” prinsip perdagangan internasional.

Terdapat pula bahasan atas perdebatan mengenai konsep kedaulatan atas “imbal balik” berupa penerimaan pajak lain yang harusnya diterima dari adanya insentif pajak tertentu. Tentunya, buku ini sangat tepat bagi Anda yang tertarik mengulas perpajakan internasional dan keterkaitannya dengan sistem perdagangan secara global.

Tertarik membacanya? Silakan berkunjung ke DDTC Library.*


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 09:12 WIB LITERATUR PAJAK

Gratis! Download 10 Buku Pajak yang Diterbitkan DDTC

Senin, 23 Desember 2024 | 17:30 WIB KABUPATEN SIDOARJO

Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?

Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan