KAMUS PPN

Apa yang Dimaksud dengan Pajak atas Pajak?

Redaksi DDTCNews | Kamis, 26 Maret 2020 | 16:29 WIB
Apa yang Dimaksud dengan Pajak atas Pajak?

KEUNGGULAN Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dibandingkan dengan Pajak Penjualan (PPn), yang sama-sama ada di ranah Pajak Konsumsi adalah adalah PPN tidak menimbulkan adanya beban pajak atas pajak (cascading effect) seperti yang terjadi pada PPn.

Dalam perpajakan, istilah pajak atas pajak menunjuk kepada sistem pemungutan di mana pajak yang dikenakan pada tahap kegiatan sebelumnya, ditambahkan lagi sebagai dasar pengenaan pajak (DPP) untuk tahap berikutnya. Berdasarkan pada pengertian di atas, pengenaan pajak atas pajak merupakan suatu kondisi di mana pajak menjadi bagian dari harga barang atau jasa yang diserahkan.

Pajak tersebut terkandung dalam harga jual yang digunakan sebagai basis untuk menghitung besarnya pajak pada tingkat berikutnya dan menyebabkan terjadinya efek yang disebut dengan cascading effect.

Baca Juga:
Simak! Ini Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit 1 Bulan Terakhir

Untuk lebih dapat memahami apa yang dimaksud dengan pajak atas pajak sekaligus mengetahui bagaimana PPN menghilangkan unsur pengenaan pajak atas pajak, diberikan ilustrasi dalam Tabel 1 berikut.

Tabel 1 : Mekanisme Penghitungan PPn


Baca Juga:
Perkuat Pengawasan PPN PMSE, KPP Badora Kolaborasi dengan Komdigi

Berdasarkan ilustrasi pada Tabel 1, dari beberapa lajur usaha, konsumen akhir harus membayar sebesar Rp77.000,00 yang di dalamnya terkandung PPn sebesar Rp28.000,00. Dalam penghitungan pengenaan PPn, terjadi pengenaan pajak atas pajak. Hal ini terjadi karena penghitungan DPP dilakukan dengan memasukkan unsur pajak yang telah dibayar pada tingkat sebelumnya sehingga jumlah pajak yang dibayar ke kas negara terakumulasi menjadi Rp28.000,00.

Padahal jika pajak hanya dikenakan sekali maka harga yang harus dibayar konsumen sebesar Rp49.000,00 dan pajak sebesar 10% dari Rp49.000,00 = Rp4.900,00. Akibatnya, telah terjadi cascade effects sebesar Rp28.000,00 - Rp4.900,00 = Rp23.100,00.

Lebih lanjut, sebagai perbandingan atas contoh di atas, Tabel 2 berikut mengilustrasikan penghitungan PPN yang tidak mengandung unsur pengenaan pajak atas pajak yang mengakibatkan adanya cascading effect.

Baca Juga:
Ada Fasilitas KITE, Menko Airlangga Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Tabel 2 : Mekanisme Penghitungan PPN


Berdasarkan ilustrasi pada Tabel 2 di atas, dapat dilihat bahwa dalam sistem PPN, baik dengan metode multi stage levy maupun retail tax dengan metode single stage levy (pengenaan pajak sekali saja atas penyerahan yang dilakukan oleh seluruh pengusaha, baik pedagang eceran maupun pengusaha yang melakukan penyerahan langsung kepada konsumen), akan menghasilkan jumlah pajak yang sama, yaitu sebesar Rp4.900,00.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Lanjutkan Rally Pelemahan terhadap Dolar AS

Apabila dibandingkan dengan sistem PPn, harga yang dibayar oleh konsumen, dalam sistem PPn, menjadi lebih tinggi sehingga ini juga menunjukkan bahwa sistem PPN tidak mengandung pengenaan pajak atas pajak.

Mekanisme pengenaan pajak atas pajak yang menimbulkan adanya cascading effect dalam pengenaan PPn, yang dahulu banyak diterapkan negara-negara di dunia sebagai bentuk pajak atas konsumsi barang dan jasa, menyebabkan beberapa negara mengganti sistem pengenaan pajak atas konsumsi, dari yang semula berupa PPn menjadi PPN.

PPN dinilai mampu menghilangkan cascading effect dengan diterapkannya metode pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran Sijbren Cnossen (2017) sehingga PPN hanya dikenakan atas dasar nilai tambah yang timbul pada setiap tahap produksi dan distribusi.

Alasan ini pula yang menjadi salah satu latar belakang Indonesia mengganti sistem pengenaan pajak atas konsumsi, dari semula berupa PPn Tahun 1951 menjadi PPN melalui penerbitan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Simak! Ini Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit 1 Bulan Terakhir

Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:30 WIB KPP BADAN DAN ORANG ASING

Perkuat Pengawasan PPN PMSE, KPP Badora Kolaborasi dengan Komdigi

Kamis, 30 Januari 2025 | 15:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Ada Fasilitas KITE, Menko Airlangga Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Rabu, 29 Januari 2025 | 09:30 WIB KURS PAJAK 29 JANUARI 2025 - 04 FEBRUARI 2025

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Lanjutkan Rally Pelemahan terhadap Dolar AS

BERITA PILIHAN
Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:15 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Naikkan Biaya SLO Listrik, Kecuali Pelanggan 450 dan 900 VA

Sabtu, 01 Februari 2025 | 14:30 WIB PILKADA 2024

Prabowo Ingin Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 segera Dilantik

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Pengumuman bagi Eksportir-Importir! Layanan Telepon LNSW Tak Lagi 24/7

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses