JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Senin (21/11) beberapa media nasional ramai memberitakan tentang rencana revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) yang digembar-gemborkan menjadi cerminan reformasi perpajakan.
Mengenai perkembangan revisi payung hukum tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati justru mengatakan pemerintah sedang melakukan pengorganisasian keseluruhan reformasi perpajakan, sehingga revisi UU KUP mampu merefleksikan reformasi.
Konsolidasi dilakukan untuk meninjau beberapa hal. Pertama, struktur organisasi, mulai dari posisi Ditjen Pajak, sumber daya manusia, insentif, hingga skema karier. Kedua, pengelolaan database dan sistem teknologi informasi yang ada di dalam Ditjen Pajak. Dan terakhir, dari sisi payung hukum itu sendiri.
Kabar lainnya datang penambahan basis pajak dari sisi wajib pajak baru serta dana repatriasi mulai masuk ke pasar modal. Berikut ulasan ringkas beritanya:
Penambahan basis pajak dari sisi wajib pajak baru dinilai masih sangat minim. Tercatat, keikutsertaan WP yang selama ini terdaftar tapi tidak pernah melaporkan SPT hanya 84.776 WP atau sekitar 17,7%, sedangkan masyarakat yang memiiki nomor pokok wajib pajak (NPWP) pasca berlakunya amnesti pajak hanya 19.431 atau sekitar 4%.
Ekonom Chatib Basri mengatakan poin penting dari kebijakan amnesti pajak yakni penambahan basis pajak baru. Potensi penambahan WP baru dari kelompok usaha kecil dan menengah (UKM) masih cukup besar. Namun, beberapa pelaku sektor ini masih membutuhkan insentif yang lebih konkret terkait dengan keuntungan masuk sistem resmi perpajakan.
Dana repatriasi sudah mulai masuk ke pasar modal. Manajer investasi pun mulai mengeluarkan produk untuk menampung dana repatriasi ini. Berdasarkan data yang tercatat pada Ditjen Pajak, dana repatriasi dari program amnesti pajak hingga minggu (20/11) pukul 19.00 sebesar Rp143 triliun. Manajer investasi Bahana TCW Investment Management termasuk yang mengeluarkan dua produk reksadana peyertaan terbatas (RDPT) baru.
Otoritas moneter membuka opsi menerapkan kerangka kebijakan bias ketat pada tahun depan untuk meningkatkan kewaspadaan dalam mengelola likuiditas. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan arah kebijakan moneter masih menunggu manuver dari presiden AS terpilih, Donald Trump. Agus mengakui ada sejumlah tantangan besar kembali menyambangi ekonomi global. Mengacu pada proyeksi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), kondisi likuiditas tahun ini dan pada 2017 berada dalam level ketat.
Pasar keuangan Indonesia masih resah, selain faktor ketidakpastian menghadapi masa transisi kepemimpinan Amerika Serikat (AS) dan potensi kenaikan atas suku bunga AS, rencana demonstrasi pada 2 Desember 2016, hingga ajakan aksi penarikan uang (money rush), turut melecut kegundahan pasar keuangan. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.