KAMUS PAJAK

Apa Itu Tax Sparing?

Nora Galuh Candra Asmarani | Selasa, 10 Januari 2023 | 11:17 WIB
Apa Itu Tax Sparing?

INVESTASI asing, terutama yang bersifat langsung (foreign direct investment/FDI) sejak lama dipercaya memiliki kontribusi positif terhadap perkembangan perekonomian suatu negara. Pada era globalisasi, investor memiliki fleksibilitas untuk memilih lokasi investasi yang dapat memberikan return tertinggi.

Oleh karena itu, banyak negara berupaya menawarkan iklim investasi yang baik guna menarik minat investor. Salah satu upaya untuk menarik minat investor tersebut adalah dengan menyediakan insentif pajak.

Namun, pemberian insentif pajak bisa menjadi tidak efektif jika negara asal investor (negara domisili) menerapkan metode kredit pajak. Sebab, penerapan metode kredit pajak oleh negara domisili dapat menghilangkan penghematan insentif pajak yang sudah disediakan oleh negara tempat investor berinvestasi (negara sumber).

Baca Juga:
Apa Itu Simbara?

Situasi tersebut terjadi karena metode kredit pajak membuat penghasilan yang tidak dipajaki oleh negara sumber berkat adanya insentif pajak akan dipajaki oleh negara domisili. Hal ini lantaran negara domisili akan memberikan kredit pajak kepada investor sepanjang terdapat pajak yang dibayar di negara sumber.

Untuk menghindari hal tersebut, banyak tax treaty yang telah menambahkan klausul tentang tax sparing. Klasusul tax sparing tersebut diatur sebagai salah satu metode keringanan pajak berganda dalam tax treaty. Lantas, apa itu tax sparing?

Definisi

Baca Juga:
Apa Itu Collecting Agent dalam Penerimaan Negara?

Tax sparing biasanya disebut juga sebagai fictitious tax credit atau kredit pajak semu merupakan salah satu bentuk insentif pajak.

Tax sparing pada dasarnya merupakan ketentuan yang memungkinkan investor memperoleh kredit pajak luar negeri atas pajak yang secara aktual tidak dibayar karena mendapat insentif di negara sumber.

Hal ini berarti adanya ketentuan tax sparing memungkinkan pengkreditan atas pajak yang telah dibebaskan, karena mendapat fasilitas, di negara sumber meski negara domisili menerapkan metode kredit pajak (OECD, 1997)

Baca Juga:
Apa Itu e-PHTB Notaris/PPAT?

Senada dengan OECD, Na Li (2019) mengartikan tax sparing sebagai mekanisme yang biasanya terdapat dalam tax treaty yang mana satu negara berkomitmen untuk mengkreditkan pajak yang tidak benar-benar dibayar di negara lain.

Merujuk IBFD International Tax Glossary (2015) tax sparing umumnya mengacu pada kredit pajak yang diberikan biasanya berdasarkan tax treaty oleh negara domisili untuk negara sumber atas pajak yang secara konseptual (notionally) ditanggung pada jenis penghasilan tertentu.

IBFD International Tax Glossary mengaitkan tax sparing sebagai istilah yang serupa dengan credit for notional tax. Adapun berdasarkan Cambridge Business English Dictionary, notional berarti sesuatu yang ada hanya sebagai ide, bukan sebagai sesuatu yang nyata, atau suatu jumlah perkiraan.

Baca Juga:
Ingin Tahu Aspek Pajak Internasional atas Dividen? Baca Buku Ini

Sementara itu, Daly (2011) mengartikan tax sparing sebagai cara untuk memastikan insentif pajak yang ditawarkan negara berkembang kepada investor asing tidak dikenakan pajak di negara tempat tinggal investor tersebut karena penggunaan metode kredit oleh negara tersebut.

Tax sparing juga diartikan sebagai suatu cara dimana sistem perpajakan suatu negara pengekspor modal dapat mengakomodasi insentif pajak negara-negara berkembang. Misalnya, Jepang 'menghindarkan' pajak atas penghasilan yang tidak dikenai pajak atau dengan pajak rendah yang diperoleh investor Jepang di Pakistan.

Hal tersebut dilakukan dengan memberikan investor kredit pajak luar negeri yang setara dengan pajak yang akan mereka bayarkan di Pakistan jika tidak ada insentif (World Trade Organization Secretariat, 2011).

Baca Juga:
Apa Itu Surat Penetapan Pabean?

Berdasarkan beberapa pengertian yang dipaparkan dapat ditarik benang merah bahwa tax sparing merupakan ketentuan yang memungkinkan pajak yang dibebaskan di negara sumber tetap dapat dikreditkan di negara domisili.

Adanya ketentuan mengenai tax sparing credit menyebabkan pajak yang dibebaskan di negara sumber dianggap seolah-olah telah dipungut di negara tersebut sehingga subjek pajak dalam negeri dari negara domisili tetap diberikan kredit pajak luar negeri (Darussalam dan Dhora, 2017).

Mekanisme tax sparing akan membuat penghasilan yang diperoleh investor seolah telah dipajaki oleh negara sumber, misalnya dengan tarif pajak yang berlaku adalah 12%. Ketika penghasilan tersebut dibawa kembali ke negara domisili dan akan dikenakan pajak, misalkan 20%.

Baca Juga:
Update 2024: Apa Itu Kapasitas Fiskal Daerah?

Berdasarkan mekanisme tax sparing maka negara domisili akan memberi kredit sebesar 12%. Artinya, negara tersebut hanya berhak mengenakan pajak sebesar 8%. Dengan demikian, tarif pajak efektif yang berlaku bagi investor hanya sebesar 8% dari yang seharusnya sebesar 20% (Tambunan, 2020).

Dengan adanya mekanisme tax sparing akan benar-benar memastikan negara domisili tidak akan mendapatkan keuntungan berupa pemajakan yang lebih besar akibat disediakannya insentif oleh negara sumber, melainkan investor lah yang benar-benar mendapatkan manfaat tersebut (Schoueri, 2013).

Contoh lebih lanjut mengenai perhitungan dari penerapan ketentuan tax sparing credit dapat disimak dalam Buku terbitan DDTC bertajuk Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda: Panduan, Interpretasi, dan Aplikasi.

Baca Juga:
Apa Itu Sanksi Denda Kepabeanan dan Bentuk-Bentuknya?

Simpulan

RINGKASNYA, tax sparing merupakan ketentuan yang membuat negara domisili harus memberikan kredit pajak atas pajak yang secara aktual tidak dibayar di negara sumber karena mendapat fasilitas di negara sumber. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 21 Oktober 2024 | 17:30 WIB KAMUS PENERIMAAN NEGARA

Apa Itu Simbara?

Jumat, 18 Oktober 2024 | 15:00 WIB KAMUS PERPAJAKAN

Apa Itu Collecting Agent dalam Penerimaan Negara?

Rabu, 16 Oktober 2024 | 18:30 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu e-PHTB Notaris/PPAT?

Selasa, 15 Oktober 2024 | 12:00 WIB LITERATUR PAJAK

Ingin Tahu Aspek Pajak Internasional atas Dividen? Baca Buku Ini

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja