PEMERINTAH sempat memperbarui ketentuan mengenai registrasi kepabeanan melalui Peraturan Menteri Keuangan No.219/PMK.04/2019 tentang Penyederhanaan Registrasi Kepabeanan (PMK 219/2019).
Pembaruan tersebut dilakukan untuk memberikan kepastian hukum, meningkatkan pelayanan, serta simplifikasi terhadap peraturan dan prosedur mengenai registrasi kepabeanan.
Hal ini dilakukan dalam rangka percepatan perizinan kepabeanan dan cukai dalam kemudahan berusaha. Lantas apa itu, registrasi kepabeanan?
Definisi
MERUJUK Pasal 1 angka 22 PMK 219/2019, registrasi kepabeanan adalah kegiatan pendaftaran yang dilakukan oleh pengguna jasa ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) untuk mendapatkan akses kepabeanan.
Pengguna jasa dalam konteks ini ialah pelaku usaha yang akan melakukan pemenuhan kewajiban pabean ke DJBC. Pengguna jasa ini di antaranya seperti importir, eksportir, Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), dan pengangkut.
Sementara itu, akses kepabeanan merupakan akses yang diberikan kepada pengguna jasa untuk berhubungan dengan sistem pelayanan kepabeanan baik yang menggunakan teknologi informasi maupun manual (Pasal 1 angka PMK 219/2019).
Terdapat beragam jenis akses kepabeanan yang dapat diajukan oleh pengguna jasa. Jenis akses kepabeanan itu meliputi importer, eksportir, PPJK; pengangkut; pengusaha dalam free trade zone (FTZ), pengusaha jasa titipan (PJT).
Ada pula akses kepabeanan yang ditujukan untuk pengusaha tempat penimbunan sementara (TPS), penyelenggara/pengusaha tempat penimbunan berikat (TPB); dan/atau perusahaan penerima fasilitas KITE (Pasal 2 ayat (3) PMK 219/2019).
Pengguna jasa perlu melakukan registrasi kepabeanan sesuai dengan tujuan penggunaan akses kepabeanan. Adapun pengguna jasa dapat mengajukan lebih dari 1 jenis akses kepabeanan (Pasal 2 ayat (4)PMK 219/2019).
Hal ini berarti setiap pengguna jasa, baik itu importir, eksportir, PPJK, pengangkut, PPJK, PJT, atau pengguna jasa kepabeanan lainnya yang hendak berhubungan dengan DJBC wajib memiliki akses kepabeanan.
Guna memperoleh akses kepabeanan tersebut, pengguna jasa perlu melakukan registrasi kepabeanan. Selanjutnya, pengguna jasa yang telah memiliki akses kepabeanan disebut sebagai pengguna jasa kepabeanan.
Selain akses kepabeanan, registrasi kepabeanan juga dilakukan untuk keperluan pendataan. Namun, tidak semua pengguna jasa wajib registrasi kepabeanan. Sebab, PMK 219/2019 telah menetapkan sejumlah impor, ekspor, dan pengangkut yang dikecualikan dari kewajiban registrasi kepabeanan.
Untuk dapat melakukan registrasi kepabeanan, pengguna jasa harus memiliki nomor induk berusaha (NIB), NPWP, dan keterangan status wajib pajak dengan status valid, serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Pasal 4 ayat (2) PMK 219/2019.
Sebelumnya, seluruh semua pengguna jasa wajib registrasi kepabeanan untuk mendapatkan Nomor Identitas Kepabeanan (NIK). Dalam perkembangannya, kini tidak semua jenis kegiatan wajib untuk mendapatkan NIK.
Pengguna jasa yang telah memiliki NIB yang berlaku sebagai tanda daftar perusahaan (TDP), angka pengenal impor (API), dan akses kepabeanan diperlakukan sebagai pengguna jasa yang telah melakukan dan memenuhi persyaratan registrasi kepabeanan (Pasal 5 ayat (1) PMK 219/2019). (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.