POS memiliki peran yang cukup penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Selain sebagai sarana komunikasi dan informasi, pos memegang peranan yang krusial dalam lalu lintas barang terutama pada era ekonomi digital.
Barang yang disalurkan melalui pos pun tidak hanya terbatas dari dalam negeri. Hal ini dikarenakan salah satu perubahan yang muncul akibat transformasi ekonomi digital adalah perdagangan antar negara makin mudah dan masif.
Perdagangan lintas batas negara tentu akan berkaitan erat dengan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC). Sebab, DJBC berperan sebagai ujung tombak pengawasan lalu lintas barang serta pemungutan bea masuk atau keluar serta pajak dalam rangka impor (PDRI).
Untuk itu, DJBC telah mengatur ketentuan kepabeanan, pajak, dan cukai atas barang yang dikirim melalui penyelenggara pos atau disebut barang kiriman. Ketentuan mengenai barang kiriman pun terus mengalami perkembangan.
Dalam perkembangan terakhir, DJBC menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 96/2023. Seperti ketentuan terdahulu, PMK 96/2023 juga mengatur tentang penyelenggara pos yang ditunjuk dan perusahaan jasa titipan. Lantas, apa yang dimaksud dengan keduanya?
Sebelum membahas soal penyelenggara pos yang ditunjuk dan perusahaan jasa titipan, perlu dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud sebagai pos. Pengertian pos di antaranya dapat diketahui melalui Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2021 (PP 46/2021).
Pasal 1 angka 1 PP 46/2021 mengartikan pos sebagai layanan komunikasi tertulis dan/atau surat elektronik, layanan paket, layanan logistik, layanan transaksi keuangan, dan layanan keagenan pos untuk kepentingan umum.
Beragam layanan tersebut diberikan oleh pihak yang disebut sebagai penyelenggara pos. Secara definitif, penyelenggara pos adalah badan usaha yang menyelenggarakan pos (Pasal 1 angka 2 PP 46/2021 dan Pasal 1 angka 11 PMK 96/2023).
Sehubungan dengan ketentuan barang kiriman, penyelenggara pos sebagaimana dimaksud dalam PMK 96/2023 terdiri atas dua pihak. Kedua pihak penyelenggara pos tersebut, yaitu penyelenggara pos yang ditunjuk (PPYD) dan perusahaan jasa titipan (PJT).
Berdasarkan Pasal 1 angka 11 PMK 96/2023, PPYD adalah penyelenggara pos yang ditugaskan oleh pemerintah untuk memberikan layanan internasional sebagaimana diatur dalam Perhimpunan Pos Dunia (Universal Postal Union). Dalam hal ini, PPYD adalah Pos Indonesia.
Sementara itu, PJT adalah penyelenggara pos yang memperoleh izin usaha dari instansi terkait untuk melaksanakan layanan surat, dokumen, dan paket sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pos (Pasal 1 angka 12 PMK 96/2023).
Merujuk laman DJBC, PJT mengacu pada layanan pos komersil seperti DHL, FedEx Express, dan TNT express. Sebagai penyelenggara pos, mereka wajib mengurus pemenuhan kewajiban pabean atas impor dan ekspor barang kiriman (Pasal 2 ayat (1) PMK 96/2023).
Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 3 ayat (6) PMK 96/2023, penyelenggara pos juga bisa bertindak sebagai pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK) dalam pengurusan impor dan/atau ekspor barang kiriman.
Penyelenggara pos sebagai PPJK bertanggung jawab terhadap pemenuhan kewajiban membayar bea masuk atau bea keluar, cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau pajak dalam rangka impor. Tanggung jawab tersebut terjadi dalam hal importir atau eksportir barang kiriman tidak ditemukan (Pasal 3 ayat (7) PMK 96/2023).
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara pos, PPYD, PJT, dan barang kiriman dapat disimak melalui PMK 96/2023. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.