KAMUS PAJAK

Apa Itu Penghasilan Tidak Kena Pajak?

Redaksi DDTCNews | Senin, 24 Juli 2017 | 17:23 WIB
Apa Itu Penghasilan Tidak Kena Pajak?

BELAKANGAN ini santer pemberitaan mengenai rencana Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak yang akan mengkaji kembali penerapan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang dianggap masih terlalu tinggi jika dibandingkan dengan beberapa negara tetangga, khususnya Asean.

Ditjen Pajak menilai penerimaan pajak semakin tergerus akibat adanya peningkatan batas PTKP. Oleh karena itu, Ditjen Pajak berencana untuk menerapkan PTKP berdasarkan upah minimum provinsi (UMP) di masing-masing daerah. Pasalnya ada disparitas pendapatan dan biaya hidup rata-rata di masing-masing provinsi yang berbeda secara signifikan.

Terlepas dari isu tersebut, ada baiknya untuk memahami terlebih dahulu apa itu PTKP? Berapa besaran PTKP di Indonesia?

Baca Juga:
Apa Itu Surat Keputusan Pembetulan?

PTKP diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

PTKP pada dasarnya merupakan pengurang penghasilan neto bagi wajib pajak orang pribadi dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP). PTKP sendiri ditentukan berdasarkan keadaan pada 1 Januari dari tahun pajak yang bersangkutan.

PTKP adalah besarnya penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi, ini berarti apabila penghasilan neto wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha dan/atau pekerjaan bebas jumlahnya dibawah PTKP tidak akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 dan apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima penghasilan sebagai objek PPh Pasal 21, maka penghasilan tersebut tidak akan dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.

Baca Juga:
Jaga Daya Beli, India Naikkan Threshold Penghasilan Tidak Kena Pajak

Sejak tahun 2001, PTKP di Indonesia terus mengalami perubahan, berikut merupakan besaran PTKP di Indonesia dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2015:

Tahun Pajak PTKP (Rp)
Orang Pribadi Tambahan
2001 – 2008 2.880.000 1.440.000
2009 – 2013 14.840.000 1.320.000
2013 – 2014 24.300.000 2.025.000
2015 36.000.000 3.000.000


Untuk tahun 2016, besar PTKP kembali mengalami perubahan, hal tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.010/2016 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2016. Dalam Pasal 1 aturan tersebut dijelaskan bahwa PTKP dibedakan antara wajib pajak kawin dan yang tidak kawin. Berikut rinciannya:

  • Rp54.000.000 untuk diri wajib pajak orang pribadi;
  • Rp4.500.000 untuk tambahan wajib pajak yang kawin;
  • Rp54.000.000 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) UU PPh; dan
  • Rp4.500.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.

Atau dengan kata lain PTKP sesuai dengan status perkawinan wajib pajak adalah sebagai berikut:

Baca Juga:
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagai Batas Pengenaan PPh 21
  • TK/0 = Rp 54.000.000
  • K/0 = Rp 58.500.000
  • K/1 = Rp 63.000.000
  • K/2 = Rp 67.500.000
  • K/3 = Rp 72.000.000

Adapun yang dimaksud dari keluarga sedarah adalah yang masih garis keturunan lurus satu derajat yaitu ayah, ibu, dan anak. Untuk hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan ke samping satu derajat yaitu saudara kandung.

Sedangkan yang dimaksud dengan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat yaitu mertua dan anak tiri, dan hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan ke samping satu derajat adalah ipar.

Pengertian menjadi tanggungan sepenuhnya menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh wajib pajak.

Baca Juga:
Apa Itu Auditee dalam Audit Kepabeanan dan Cukai?

Sedangkan apabila wajib pajak hanya sekedar menyumbang, memberikan bantuan, bertanggung jawab dan sebagainya, maka tidak termasuk dalam menjadi tanggungan sepenuhnya.

Penghasilan yang didapatkan dari warisan yang belum terbagi pada dasarnya merupakan hak dan dapat dibagikan kepada para ahli waris yang berhak, serta penghasilan tersebut harus digabungkan dengan penghasilan lainnya yang diterima atau didapatkan oleh masing-masing ahli waris.

Maka dalam melakukan perhitungan Penghasilan Kena Pajak (PKP) masing-masing ahli waris telah memperoleh pengurangan berupa PTKP, sehingga dalam menghitung PKP atas penghasilan yang berasal dari warisan yang belum terbagi tidak diberikan pengurangan berupa PTKP.

Baca Juga:
Apa Itu Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai?

Pemerintah menaikkan batas PTKP dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut :

  • Menjaga daya beli masyarakat. Sebagaimana diketahui dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi pergerakan harga kebutuhan pokok yang cukup signifikan dampak dari kebijakan penyesuaian harga BBM.
  • Kenaikan PTKP ini merupakan salah satu stimulus pajak yang akan mendorong konsumsi dan pertumbuhan ekonomi.

Terjadinya kenaikan PTKP diharapkan dapat berdampak baik pada tingkat penerimaan pajak. Meskipun akan ada penurunan dari Penghasilan Kena Pajak (PKP), namun implementasi ini akan bisa meningkatkan penerimaan pajak dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan PPh Badan. Pada akhirnya, penerimaan pajak secara mikro akan turun, namun daya beli masyarakat akan naik.*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 03 Februari 2025 | 16:45 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu Surat Keputusan Pembetulan?

Rabu, 29 Januari 2025 | 15:00 WIB KELAS PPH PASAL 21 (5)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagai Batas Pengenaan PPh 21

Rabu, 29 Januari 2025 | 12:30 WIB KAMUS BEA CUKAI

Apa Itu Auditee dalam Audit Kepabeanan dan Cukai?

BERITA PILIHAN
Senin, 03 Februari 2025 | 18:30 WIB PMK 7/2025

Kemenkeu Terbitkan Pedoman Pemeriksaan dan Penagihan Pajak Daerah

Senin, 03 Februari 2025 | 17:30 WIB PMK 136/2024

Ada De Minimis Exclusion, Pajak Minimum Global Bisa Jadi Nol

Senin, 03 Februari 2025 | 16:45 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu Surat Keputusan Pembetulan?

Senin, 03 Februari 2025 | 16:21 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Inflasi Januari Cuma 0,76 Persen, Diskon Listrik Jadi Penyebab

Senin, 03 Februari 2025 | 16:09 WIB KOTA TANJUNGPINANG

Waduh! Pemkot Dituding Bikin Agenda Fiktif Pencetakan Buku Perda Pajak

Senin, 03 Februari 2025 | 15:30 WIB CORETAX DJP

Baru! DJP Rilis Buku Panduan Pembuatan Bukti Potong PPh Via Coretax

Senin, 03 Februari 2025 | 15:21 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ada Titipan Pesan dari Gibran ke Bahlil Soal Elpiji 3 Kg, Apa Isinya?

Senin, 03 Februari 2025 | 15:09 WIB AGENDA PAJAK

Hadapi 2025, DDTC Gelar Seminar Eksklusif di Cikarang

Senin, 03 Februari 2025 | 14:09 WIB CORETAX SYSTEM

Perlu Waktu, Coretax Belum Nyambung ke Seluruh Bank dan Kementerian

Senin, 03 Februari 2025 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Tata Ulang Lahan Kebun Sawit, Pastikan Kepatuhan Pengusaha