KAMUS PAJAK

Apa itu Pajak Penghasilan Final?

Nora Galuh Candra Asmarani | Jumat, 08 Mei 2020 | 16:08 WIB
Apa itu Pajak Penghasilan Final?

MELALUI Peraturan Menteri Keuangan No.44/2020, pemerintah memberikan insentif berupa pajak penghasilan (PPh) final ditanggung pemerintah (DTP) bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Insentif ini diberikan 6 bulan terhitung mulai masa pajak April 2020 sampai September 2020.

Insentif tersebut membuat wajib pajak UMKM tidak perlu menanggung PPh final dengan tarif 0,5% dari jumlah peredaran bruto sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No.23/2018. Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan PPh final?

Definisi
MENURUT IBFD International Tax Glossary (2009), PPh final biasa digunakan untuk menggambarkan penghasilan yang dikenakan withholding tax dan tidak termasuk penghasilan yang diperhitungkan dalam penghitungan pajak dengan tarif progresif.

Baca Juga:
Usai Setor PPh Final PHTB, WP Jangan Lupa Ajukan Penelitian Formal

PPh final diberikan perlakuan berbeda dengan PPh yang tidak final, sehingga memiliki penghitungan tersendiri. Secara garis besar, PPh final memiliki skema tarif khusus atas setiap jenis penghasilan dan biaya yang terkait atas penghasilan tersebut tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.

Sederhananya, PPh final adalah pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu yang berbeda dengan skema pajak umum atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun berjalan.

Pembayaran, pemotongan atau pemungutan PPh final baik dipotong maupun disetor sendiri bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang, melainkan pelunasan. Dengan demikian, wajib pajak yang telah dipotong atau menyetor sendiri PPh final terutang dianggap telah melunasi pajaknya.

Baca Juga:
Punya Usaha Kecil-kecilan, Perlu Bayar Pajak Enggak Sih?

PPh final merupakan pajak yang dikenakan langsung saat wajib pajak menerima penghasilan. Pungutannya yang seketika membuat penghasilan yang dikenai PPh final tidak lagi diikutsertakan dalam penghitungan pajak terutang tahunan. Kendati demikian, penghasilan itu tetap harus dilaporkan dalam surat pemberitahuan (SPT).

Hal ini berarti penghasilan tersebut tidak diakumulasikan dengan penghasilan lain yang nonfinal untuk dikenakan tarif progresif sesuai dengan tarif pasal 17 UU PPh. Dengan demikian, terminologi ‘final’ yang digunakan dalam PPh final merujuk pada kewajiban pajak yang sudah selesai atau berakhir.

Ketentuan PPh Final
SECARA umum, ketentuan PPh final tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh yang menyatakan setidaknya ada 5 kelompok penghasilan yang dikenakan PPh final. Pertama, penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.

Baca Juga:
Kejar Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM, DJP Perluas ‘Pendampingan’ BDS

Kedua, penghasilan berupa hadiah undian. Ketiga, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham/pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima perusahaan modal ventura.

Keempat, penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan. Kelima, penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP).

Adanya ketentuan penghasilan tertentu lainnya merepresentasikan bahwa UU PPh memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menentukan jenis penghasilan lain yang tidak dicontohkan dalam Pasal 4 ayat (2) tetapi akan dikenakan PPh final.

Baca Juga:
Sudah Ada Banyak Insentif Pajak, DJP Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Untuk itu, selain dalam Pasal 4 ayat (2), ketentuan PPh final saat ini tersebar dalam beberapa pasal lain seperti Pasal 15, Pasal 17 ayat (2c), Pasal 19, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 26. Setiap jenis PPh final tersebut memiliki aturan pajak tersendiri.

Aturan tersendiri itu didelegasikan ke aturan di luar undang-undang, salah satunya PP. Aturan tersebut menjabarkan tentang sistem pemajakan PPh final untuk setiap objek penghasilan, mulai dari penentuan dasar pengenaan pajak, tarif pajak, hingga mekanisme pemotongan atau pemungutannya.

Lebih lanjut, berdasarkan penjelasan Pasal 4 ayat (2) terdapat 5 pertimbangan yang membuat suatu objek PPh dikenakan PPh final. Pertama, perlu adanya dorongan dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan masyarakat. Kedua, kesederhanaan dalam pemungutan pajak.

Baca Juga:
Agar Lancar Pakai e-PHTB, Notaris/PPAT Harus Sudah Lapor SPT Tahunan

Ketiga, berkurangnya beban administrasi bagi wajib pajak maupun Ditjen Pajak. Keempat, pemerataan dalam pengenaan pajak. Kelima, memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter, atas penghasilan-penghasilan tersebut perlu diberikan perlakuan tersendiri dalam penganaan pajaknya

Selain itu, sistem pengenaan PPh final pada dasarnya menjadi salah satu cara pemerintah dalam menarik pajak dengan cara sederhana. Disebut sederhana karena wajib pajak dapat menghitung pajak dengan sekali hitung, umumnya dengan mengalikan penghasilan bruto dengan tarif. (Mansury, 1992)

Simpulan
BERDASARKAN definisi yang dijabarkan itu dapat ditarik kesimpulan definisi dari PPh final adalah PPh yang pengenaanya sudah final atau berakhir, sehingga tidak dapat dikreditkan atau dikurangkan dari total PPh terutang pada akhir tahun pajak.

Baca Juga:
Kantor Pajak Bakal Berluas Jangkauan BDS untuk UMKM, Seperti Apa?

Secara lebih terperinci, penghasilan yang dikenai PPh final tidak digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenai tarif umum dalam SPT Tahunan. Begitu pula dengan biaya untuk menghasilkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.

Selain itu, bukti potong PPh final juga tidak dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak bagi pihak yang dipotong dan atau dipungut. Anda juga dapat menyimak pembahasan tentang PPh Final dalam DDTC Working Paper ‘Meninjau Konsep dan Relevansi PPh Final di Indonesia’. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 21 Oktober 2024 | 17:30 WIB KAMUS PENERIMAAN NEGARA

Apa Itu Simbara?

Minggu, 20 Oktober 2024 | 07:30 WIB PER-8/PJ/2022

Usai Setor PPh Final PHTB, WP Jangan Lupa Ajukan Penelitian Formal

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 16:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Punya Usaha Kecil-kecilan, Perlu Bayar Pajak Enggak Sih?

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:30 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Kejar Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM, DJP Perluas ‘Pendampingan’ BDS

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN