BELUM lama ini, otoritas pajak mengeluarkan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-05/PJ/2022 tentang pengawasan kepatuhan wajib pajak. Surat edaran ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengawasan, serta mewujudkan kepatuhan wajib pajak.
Dalam surat edaran baru tersebut, Ditjen Pajak (DJP) membahas terkait dengan Komite Kepatuhan Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Lantas, apa itu Komite Kepatuhan KPP?
Definisi
Merujuk pada SE-05/PJ/2022, Komite Kepatuhan KPP adalah komite yang berfungsi merencanakan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan peningkatan kepatuhan wajib pajak pada tingkat KPP.
Komite Kepatuhan KPP terdiri atas Kepala KPP sebagai ketua komite dan beranggotakan minimal Kepala Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan, Kepala Seksi Pengawasan I sampai dengan VI, Kepala Seksi Penjaminan Kualitas Data, Kepala Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal, dan Supervisor Fungsional Pemeriksa, sesuai dengan penugasan Kepala KPP.
Salah satu tugas dari Komite Kepatuhan KPP adalah menyusun daftar prioritas pengawasan (DPP). Dalam menyusun DPP untuk tahun berjalan, Komite Kepatuhan KPP diberikan tenggat waktu, yaitu paling lama pada tanggal 7 Februari.
Dalam penyusunannya, Komite Kepatuhan KPP juga akan menentukan wajib pajak yang termasuk dalam DPP atas wajib pajak strategis dan wajib pajak lainnya menggunakan compliance risk management (CRM).
Wajib pajak berdasarkan peta risiko kepatuhan CRM fungsi pemeriksaan dan fungsi pengawasan yang memiliki risiko ketidakpatuhan tinggi dan laporan hasil analisis (LHA) hasil penelitian kepatuhan material di kantor pusat DJP dan Kanwil DJP juga tak luput dari pengawasan Komite Kepatuhan KPP.
Terdapat beberapa variabel yang diperhatikan Komite Kepatuhan KPP dalam menyusun DPP tersebut. Pertama, daftar sasaran analisis (DSA) kantor pusat DJP dan DSA Kanwil DJP. Kedua, data pemicu.
Ketiga, wajib pajak high wealth individuals (HWI) dan wajib pajak perusahaan grup. Keempat, wajib pajak yang memiliki risiko penghindaran pajak melalui transaksi transfer pricing.
Kelima, daftar sasaran analisis bersama (DSAB) antara DJP, Ditjen Bea Cukai dan Ditjen Anggaran serta daftar sasaran pengawasan bersama (DSPB) antara DJP, Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) dan pemerintah daerah.
Keenam, tingkat kemampuan bayar (ability to pay). Ketujuh, daftar wajib pajak yang sedang atau sudah dilakukan pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, dan/atau penyidikan. Kedelapan, daftar wajib pajak yang mengikuti program pengungkapan sukarela.
Kesembilan, wajib pajak yang memiliki indikasi ketidakpatuhan yang berulang berdasarkan hasil penilaian, pemeriksaan, keberatan, banding, gugatan dan peninjauan kembali.
Kesepuluh, wajib pajak yang memiliki data dengan estimasi potensi pajak yang belum dipenuhi, antara lain data hasil kegiatan pengumpulan data lapangan (KPDL), analisis SPT, analisis laporan keuangan, analisis transfer pricing, analisis proses bisnis, termasuk data yang mendekati kedaluwarsa penetapan pajak dan data potensial lainnya.
Dalam menyusun DPP, Komite Kepatuhan KPP juga memperhatikan parameter kewilayahan seperti wajib pajak baru hasil dari kegiatan ekstensifikasi atau data statistik kewilayahan atas zona pengawasan.
Parameter selanjutnya adalah hasil kegiatan pengumpulan data lapangan yang dilakukan melalui pengolahan dan pengayaan dengan data yang telah dimiliki dan/atau diperoleh DJP. Parameter terakhir adalah hasil pengolahan dan pengayaan berupa data terkait wajib pajak yang telah memiliki NPWP dan yang belum memiliki NPWP.
Penetapan wajib pajak dalam DPP juga mempertimbangkan total estimasi penerimaan pajak dalam rencana pengamanan penerimaan pajak di KPP untuk memenuhi target penerimaan pajak dari kegiatan pengawasan kepatuhan material yang diampu oleh seksi pengawasan di KPP. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.