PENERIMAAN negara baik yang berasal dari pajak maupun nonpajak merupakan sumber dana pembangunan yang perlu diamankan. Untuk itu, pemerintah telah mengatur tata cara penyetoran sekaligus tempat penyetorannya.
Pengaturan tersebut salah satunya ditujukan untuk menjamin kelancaran pemasukan penerimaan negara ke kas negara. Kemajuan teknologi juga dimanfaatkan untuk meningkatkan akurasi dan informasi guna menjamin kepatuhan penyetoran dan administrasi penerimaan negara.
Kemajuan teknologi itu antara lain diaplikasikan dengan menunjuk bank sebagai bank persepsi dalam rangka pengelolaan setoran penerimaan negara, termasuk yang berasal dari pajak. Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan bank persepsi?
Definisi
DEFINISI bank persepsi tercantum dalam banyak regulasi. Merujuk Pasal 1 angka 8 PMK 161/2008, bank persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh BUN/Kuasa BUN untuk menerima setoran penerimaan negara bukan dalam rangka ekspor dan impor, yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam negeri, dan penerimaan bukan pajak.
BUN merupakan akronim Bendahara Umum Negara, yaitu pejabat yang diberi tugas melaksanakan fungsi BUN. Sementara itu, Kuasa BUN adalah pejabat yang diangkat BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran dalam wilayah kerja yang ditetapkan.
Sementara itu, berdasarkan Pasal 1 angka 6 PMK 32/2014 s.t.d.t.d. PMK 202/2018 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik, bank persepsi diartikan sebagai bank umum yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran penerimaan negara.
BUN yang dimaksud dalam PMK 32/2014 s.t.d.t.d. PMK 202/2018 adalah Menteri Keuangan. Sementara itu, yang dimaksud dengan Kuasa BUN Pusat adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan. Namun, PMK 32/2014 s.t.d.t.d. PMK 202/2018 telah dicabut dan digantikan dengan PMK 225/2020.
Meski demikian, definisi bank persepsi dalam PMK 225/2020 masih sama dengan yang ada pada PMK 202/2018, yaitu bank umum yang ditunjuk Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran penerimaan negara. Begitu pula dengan pihak yang menjadi BUN dan kuasa BUN juga tetap sama.
Penerimaan negara yang dimaksud PMK 225/2020 ini meliputi penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), penerimaan pembiayaan, penerimaan hibah, dan penerimaan negara lainnya.
Di sisi lain, PMK 242/2014 yang mengatur tentang tata cara pembayaran dan penyetoran pajak mengartikan bank persepsi sebagai bank umum yang ditunjuk Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara bukan dalam rangka impor, yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam negeri, dan penerimaan bukan pajak.
Terdapat syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi agar suatu bank umum dapat ditunjuk menjadi bank persepsi. Perincian syarat dan ketentuan tersebut dapat disimak dalam PMK 225/2020. Adapun bank persepsi menerima imbalan atas jasa pelayanan penerimaan yang diberikan.
Besarnya tarif imbalan jasa atas pelayanan penerimaan negara tersebut ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. Selain bank persepsi, terdapat pihak lain yang juga berperan sebagai collecting agent, di antaranya pos persepsi, bank persepsi valas, dan lembaga persepsi lainnya.
Simpulan
DEFINISI bank persepsi tercantum dalam banyak regulasi. Namun, definisi bank persepsi yang berkaitan dengan pembayaran dan penyetoran pajak salah satunya tertuang dalam PMK 225/2020.
PMK tersebut mengartikan bank persepsi sebagai bank umum yang ditunjuk Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara bukan dalam rangka impor, yang meliputi penerimaan pajak, cukai dalam negeri, dan penerimaan bukan pajak.
Intinya bank persepsi merupakan bank yang berperan sebagai agen yang melayani transaksi pembayaran atau penyetoran dari wajib pajak. Hal ini berarti wajib pajak dapat melakukan pembayaran atau penyetoran pajak ke kas negara melalui bank persepsi. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.