KEBIJAKAN MONETER

Antisipasi Risiko Global, BI Naikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen

Dian Kurniati | Rabu, 24 April 2024 | 15:14 WIB
Antisipasi Risiko Global, BI Naikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.

JAKARTA, DDTCNews - Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25% basis points (bps) menjadi 6,25%.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan suku bunga Deposit Facility kini menjadi 5,5% dan suku bunga Lending Facility sebesar 7%. Menurutnya, kenaikan suku bunga dilakukan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari kemungkinan memburuknya risiko global.

"Serta sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5% plus minus 1% pada 2024 dan 2025, sejalan dengan stance kebijakan moneter yang pro-stability," katanya, Rabu (24/4/2024).

Baca Juga:
DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

BI7DRR sebesar 6,25% telah bertahan sejak Oktober 2023. Pada RDG BI pada Oktober 2023, BI menaikkan BI7DRR sebesar 25 bps dari 5,75% menjadi 6% untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dari dampak meningkat tingginya ketidakpastian global.

Kebijakan tersebut juga merupakan langkah preemptive dan forward looking untuk memitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor atau imported inflation sehingga inflasi tetap terkendali dalam sasaran.

Perry menjelaskan kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan makroprudensial longgar akan terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran.

Dia menjelaskan dinamika ekonomi keuangan global berubah cepat dengan risiko dan ketidakpastian meningkat karena perubahan arah kebijakan moneter AS dan memburuknya ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

Untuk itu, kondisi tersebut memerlukan respons kebijakan yang kuat untuk memitigasi dampak negatif dari rambatan ketidakpastian global tersebut terhadap perekonomian di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Ekonomi Indonesia saat ini dinilai tetap kuat di tengah ketidakpastian global yang meningkat. Selain itu, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I dan II/2024 diperkirakan akan lebih tinggi dari kuartal IV/2023, didukung permintaan domestik.

Investasi bangunan juga lebih tinggi dari prakiraan ditopang oleh berlanjutnya Proyek Strategis Nasional (PSN) di sejumlah daerah dan berkembangnya properti swasta sebagai dampak positif dari insentif pemerintah.

Meskipun demikian, lanjut Perry, konsumsi rumah tangga dan investasi nonbangunan tetap perlu terus didorong untuk mendukung berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Dia menyebut inflasi terjaga dalam kisaran sasaran 2,5 plus minus 1%. Inflasi indeks harga konsumen pada Maret 2024 tercatat 3,05% (yoy) ditopang oleh inflasi inti yang rendah sebesar 1,77% (yoy) dan inflasi administered prices (AP) yang menurun menjadi 1,39% (yoy).

Kemudian, inflasi volatile food meningkat menjadi 10,33% (yoy) dari 8,47% pada bulan sebelumnya dipengaruhi oleh faktor musiman periode hari besar keagamaan nasional dan pergeseran musim tanam akibat dampak el nino.

"Ke depan, Bank Indonesia meyakini inflasi indeks harga konsumen 2024 tetap terkendali dalam sasarannya," ujar Perry. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja