PEMILU 2024

Anies: Kebijakan Pajak RI Harus Pertimbangkan Tren Pajak Global

Muhamad Wildan | Senin, 11 Desember 2023 | 14:33 WIB
Anies: Kebijakan Pajak RI Harus Pertimbangkan Tren Pajak Global

Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan menyapa warga saat kampanye di Pasar Kepuh, Kuningan, Jawa Barat, Sabtu (9/12/2023). Dalam kunjungannya Anies memantau harga kebutuhan pokok serta menjanjikan kebijakan yang berpihak bagi usaha mikro kecil. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/nz

JAKARTA, DDTCNews - Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan berpandangan kebijakan pajak harus diambil oleh pemerintah dengan mempertimbangkan perkembangan kebijakan pajak di negara-negara lain.

Menurut Anies, pemerintah tidak bisa menetapkan kebijakan pajak dengan hanya mempertimbangkan faktor domestik semata. Perkembangan global juga perlu diperhatikan karena kebijakan pajak bakal berdampak terhadap keputusan investasi oleh pemilik modal.

"Kita berhadapan dengan dunia global. Keputusan pajak kita di sini berdampak terhadap lokasi investasi, relokasi industri, dan faktor-faktor itu tidak bisa dihilangkan. Ketika di region kita terjadi perubahan struktur pajak, tidak bisa Indonesia diam saja. Kita harus merespons itu," ujar Anies dalam Dialog Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Senin (11/12/2023).

Baca Juga:
APBN 2025 Targetkan Lifting Migas 1,6 Juta Barel, Ada Sanksi bagi KKKS

Secara umum, Anies berpandangan kebijakan pajak seharusnya membesarkan mereka yang kecil tanpa mengecilkan mereka yang besar.

Sebagai contoh, Anies berpandangan lembaga-lembaga sosial serta pendidikan seharusnya dikurangi atau bahkan dibebaskan dari kewajiban untuk membayar pajak.

Pada sisi lain, aktivitas yang bersifat produktif harus dikenai pajak secara proporsional agar tidak memberikan disinsentif bagi kegiatan usaha. "Kegiatan konsumtif, terutama yang sifatnya mewah, di situ dikenai pajak yang lebih tinggi. Jadi prinsipnya fairness," ujar Anies.

Baca Juga:
Desember 2024: PPN 12%, Harga Eceran Rokok Naik, dan Persiapan Coretax

Anies mengatakan kebijakan pajak seharusnya tidak serta merta berorientasi pada penerimaan. Menurut Anies, kebijakan pajak harus berperan memberikan insentif dan disinsentif bagi pelaku pasar yang rasional dalam bertindak.

"Ini kalau dalam ilmunya disebut neo-institutionalism. Artinya, perilaku itu dibentuk oleh insentif dan disinsentif. Ketika disiapkan suatu struktur perpajakan, dia akan membentuk perilaku. Nah, perilaku yang kita inginkan adalah perilaku yang meningkatkan produktivitas. Jadi, pajak disusun dengan prinsip seperti itu," ujar Anies.

Untuk diketahui, Anies dan cawapres Muhaimin Iskandar tidak terlalu banyak memerinci kebijakan insentif pajak dalam dokumen visi dan misinya. Namun, keduanya berencana untuk memastikan seluruh insentif pajak terlaksana secara terencana demi menghasilkan manfaat ekonomi optimal dengan risiko fiskal minimal.

Baca Juga:
Oktober 2024: Sri Mulyani Dilantik Lagi Jadi Menkeu, USKP Dievaluasi

Sebagai informasi, laporan hasil survei pajak dan politik yang diterbitkan DDTCNews secara terperinci membedah opsi-opsi kebijakan yang perlu diusung paslon capres-cawapres dalam pemilu 2024.

Melalui survei terhadap 2.080 responden, partai politik (parpol) dan peserta pemilu 2024 dianggap perlu memprioritaskan penyusunan kebijakan pajak yang bertujuan meningkatkan kepatuhan sukarela. Dengan kepatuhan yang meningkat, diharapkan penerimaan pajak bisa ikut membaik dan berujung pada peningkatan tax ratio Indonesia.

Peningkatan kepatuhan sukarela ini bisa diwujudkan dalam beberapa strategi, seperti penyampaian edukasi pajak, perbaikan layanan, hingga kemudahan administrasi perpajakan.

Download laporan hasil survei pajak dan politik DDTCNews bertajuk Saatnya Parpol & Capres Bicara Pajak melalui https://bit.ly/HasilSurveiPakpolDDTCNews2023. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 07 Januari 2025 | 11:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

APBN 2025 Targetkan Lifting Migas 1,6 Juta Barel, Ada Sanksi bagi KKKS

Selasa, 31 Desember 2024 | 15:00 WIB KILAS BALIK 2024

Desember 2024: PPN 12%, Harga Eceran Rokok Naik, dan Persiapan Coretax

Senin, 30 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

Oktober 2024: Sri Mulyani Dilantik Lagi Jadi Menkeu, USKP Dievaluasi

Minggu, 29 Desember 2024 | 15:00 WIB KILAS BALIK 2024

Agustus 2024: Aturan Akses Informasi Keuangan untuk Perpajakan Diubah

BERITA PILIHAN
Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:15 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Naikkan Biaya SLO Listrik, Kecuali Pelanggan 450 dan 900 VA

Sabtu, 01 Februari 2025 | 14:30 WIB PILKADA 2024

Prabowo Ingin Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 segera Dilantik

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Pengumuman bagi Eksportir-Importir! Layanan Telepon LNSW Tak Lagi 24/7

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses