KEBIJAKAN PAJAK DIGITAL

Akademisi Gandeng DJP dan Praktisi Kupas Tuntas Pajak Digital

Redaksi DDTCNews | Rabu, 22 Juli 2020 | 10:58 WIB
Akademisi Gandeng DJP dan Praktisi Kupas Tuntas Pajak Digital

Kepala Kanwil DJP Jabar III Catur Rini Widosari saat paparan dalam webinar bertajuk 'Babak Baru Pajak Digital' Rabu (22/7/2020)

JAKARTA, DDTCNews—Universitas Gunadarma menggandeng Ditjen Pajak (DJP) dan DDTC untuk membahas topik seputar penerapan pajak digital yang saat ini sedang hangat diperbincangkan publik.

Sejumlah narasumber kompeten mengisi acara ini antara lain, Kepala Kanwil DJP Jabar III Catur Rini Widosari, Managing Partner DDTC Darussalam dan CEO PT Zahir Internasional Muhamad Ismail.

"Banyaknya peserta menunjukan antusias mahasiswa terkait perkembangan terkini dari kebijakan pajak ekonomi yang dilakukan pemerintah dengan aturan barunya," kata Rektor Universitas Gunadarma E.S. Margianti dalam sambutannya pada webinar bertajuk 'Babak Baru Pajak Digital' Rabu (22/7/2020).

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Pada kesempatan pertama, Kepala Kanwil DJP Jabar III Catur Rini Widosari menjelaskan tantangan dan respons kebijakan yang dilakukan otoritas dengan berkembangnya ekonomi digital.

Menurutnya, pandemi Covid-19 membuat DJP melakukan akselerasi perubahan proses bisnis ke arah digitalisasi termasuk dalam urusan kebijakan. Hal ini ditandai dengan terbitnya PMK No.48/2020 yang menjadi alat untuk mulai memungut pajak pertambahan nilai (PPN) dari pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

Catur Rini menyebutkan kebijakan ini bersifat dinamis dan terbuka ruang untuk menambah jumlah pemungut PPN PMSE yang saat ini baru sebanyak 6 pelaku usaha PMSE dari luar negeri.

Baca Juga:
Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

“Sifat dari aturan PPN PMSE ini dinamis dan saat pertama baru 6 yang ditunjuk sebagai pemungut PPN. Ini bisa ditambah ke depannya,” paparnya.

Sementara itu, Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan geliat ekonomi digital di Indonesia sangat potensial untuk terus berkembang, termasuk penerimaan pajak dari ekonomi digital.

Meski begitu, regulasi pajak yang menyasar sektor ekonomi digital perlu disusun secara cermat. Pasalnya, pelaku ekonomi digital secara prinsip bukan sektor yang terpisah dari kegiatan ekonomi pada umumnya.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Banyak pelaku usaha konvensional yang sebenarnya hanya mengalihkan proses bisnisnya ke ranah daring. Oleh karena itu, fenomena digitalisasi bisnis ini sejatinya tidak membutuhkan perlakuan pajak yang berbeda atau khusus.

"Agar tidak menimbulkan diskriminasi antarmodel bisnis maka pengaturan pajak digital ini harus menjamin level playing field atau kesetaraan," tuturnya.

Terdapat tiga poin penting yang harus dilakukan regulator dalam menyusun kebijakan pajak bagi ekonomi digital. Pertama, memahami model bisnis digital karena beragamnya pelaku ekonomi digital dalam menjalankan usaha atau layanan.

Baca Juga:
Keputusan yang Dikirim via Coretax Dianggap Sudah Diterima Wajib Pajak

Kedua, identifikasi regulasi yang berlaku saat ini apakah sudah efektif mengakomodasi potensi pajak dari ekonomi. Ketiga, secara hati-hati memilih solusi penerapan pajak digital lewat terobosan kebijakan, hukum, atau cukup dilakukan dengan pembenahan administrasi.

"Pengaturan kebijakan khusus baik itu subjek, objek dan tarif baru bisa diambil ketika terobosan dalam aspek administrasi tidak dimungkinkan," kata Darussalam.

Narasumber terakhir datang dari pelaku usaha yaitu CEO PT Zahir Internasional Muhamad Ismail. Dia sependapat bila perlakuan pajak ekonomi digital sejatinya tidak berbeda dengan pelaku usaha konvensional.

Baca Juga:
WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Apalagi dengan kondisi pandemi Covid-19. Menurut Ismail, seluruh proses bisnis mulai dari level mikro hingga besar dipaksa untuk bertransformasi ke arah digital. Hal ini juga bertujuan bisnis tetap relevan dengan perkembangan zaman.

"Jadi saya sepakat tidak ada dikotomi antara pelaku usaha digital dengan konvensional, karena semua dipaksa proses bisnisnya beralih ke digital. Poin penting dalam aspek pajak ekonomi digital adalah bagaimana konektivitas antar sistem agar memudahkan pelaku usaha melaksanakan kewajiban pajak," tuturnya. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIB LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?