Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Wajib pajak harus melunasi pajak yang masih harus dibayar terlebih dahulu sebelum menyampaikan surat keberatan kepada dirjen pajak terkait dengan surat ketetapan pajak (SKP).
Merujuk pada Pasal 4 ayat (1) huruf d PMK 9/2013 s.t.d.d PMK 202/2015, pajak yang masih harus dibayar tersebut paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi.
“Bila mengajukan keberatan atas SKP, wajib pajak harus melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan,” sebut Kring pajak di media sosial, Senin (20/5/2024).
Untuk diperhatikan, wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada dirjen pajak atas suatu: SKP Kurang Bayar; SKP Kurang Bayar Tambahan; SKP Nihil; SKP Lebih Bayar; atau pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan.
Wajib pajak juga hanya dapat mengajukan keberatan atas materi atau isi dari SKP meliputi jumlah rugi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau atas materi atau isi dari pemotongan atau pemungutan pajak.
Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut penghitungan wajib pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan.
Keberatan diajukan oleh wajib pajak dengan menyampaikan surat keberatan dengan format sesuai dengan Lampiran I PMK-9/PMK.03/2013. Kemudian, 1 keberatan diajukan hanya untuk 1 SKP, untuk 1 pemotongan pajak, atau untuk 1 pemungutan pajak.
Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal dikirim SKP atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak kecuali jika WP dapat menunjukkan jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
Permohonan bisa disampaikan: secara langsung; melalui pos dengan bukti pengiriman surat; melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; menu e-Objection pada laman DJP Online.
Petunjuk penggunaan e-Objection bisa dilihat pada tautan berikut: https://pajak.go.id/id/panduan-penggunaan-aplikasi-e-objection. Adapun wajib pajak yang ingin menggunakan fitur tersebut harus memiliki sertifikat elektronik terlebih dahulu. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.