LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK 2018

Adu Strategi Pajak dalam Kampanye Capres, Siapa Lebih Unggul?

Redaksi DDTCNews | Kamis, 10 Januari 2019 | 16:30 WIB
Adu Strategi Pajak dalam Kampanye Capres, Siapa Lebih Unggul?

Latiful Akbar, Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor

KITA telah kembali memasuki tahun politik. Sejak diresmikan 23 September lalu, kampanye calon presiden dan wakil presiden santer diberitakan diberbagai media. Salah satu isu utama yang seringkali menjadi sorotan publik yaitu pajak.

Pasalnya, sektor perpajakan ini memainkan peranan yang sangat vital dalam penerimaan pendapatan negara. Tahun 2017, sebanyak Rp1339 trilliun penerimaan negara berasal dari pajak. Penerimaan dari sektor pajak menjadi tumpuan utama dalam menjaga stabilitas keuangan negara.

Dengan demikian, tak dapat dimungkiri bahwa kandidat yang mampu memberikan gambaran strategi pajak paling memuaskan, jelas akan punya tempat di hati para pemilih. Lantas, dalam bingkai kampanye capres ini, siapakah yang lebih unggul soal pajak?

Apabila diperhatikan, strategi pajak yang digunakan oleh kedua capres cukup kontradiktif. Pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin mengusung kelanjutan program reformasi perpajakan yang berkeadilan, di lain pihak usulan yang dijanjikan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengarah pada stimulus fiskal sebagai kunci penaikan daya saing nasional. Lalu, seberapa besar dampak yang akan ditimbulkannya?

Dimulai dari pasangan nomor urut 01, yaitu Jokowi-Ma’ruf. Pasangan ini fokus pada dua hal utama, yaitu pertama,meningkatkan reformasi pajak. Saat ini, reformasi pajak memang getol dilakukan pemerintah, terutama di lingkungan Direktorat Jendral Pajak (DJP) melalui peningkatan sumber daya manusia (SDM), penguatan reformasi kepabeanan dan cukai, serta kesejahteraan pegawai.

Tim Jokowi meyakini untuk mengoptimalkan kinerja DJP, maka hal yang paling fundamental untuk dikembangkan adalah SDM. Beberapa pencapaian seperti terbitnya Perppu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan dan amnesti pajak yang telah dilakukan, patut diapresiasi.

Namun, sekalipun beragam upaya reformasi pajak terus dilakukan apakah perpajakan kita dalam kondisi bagus? Untuk menguantifikasi performa pajak, negara-negara di dunia sepakat menggunakan ukuran tax ratio, yaitu perbandingan antara penerimaan pajak dan pendapatan domestik bruto.

Masih disayangkan, tax ratio Indonesia sampai saat ini tergolong rendah di bandingkan negara-negara lain. Besaran tax ratio di Indonesia tahun 2017 hanya 10,8%. Meski demikian, reformasi pajak ini cukup membuahkan hasil, karena saat ini tejadi peningkatan pendapatan negara dari sektor pajak.

Pendapatan pajak pada 2017 mencapai 91%, meningkat dari 2 tahun sebelumnya, bahkan terus mengalami peningkatan. Pencapaian ini tentu sangat menguntungkan bagi perluasan pembangunan. Selain itu, reformasi pajak telah memicu DJP menjadi institusi perpajakan yang kuat dan kredibel.

Kedua, adanya insentif pajak bagi usaha kecil dan menengah (UMKM). Program ini telah mulai dilakukan oleh petahana melalui penurunkan tarif pajak dari 1% menjadi 0.5%. Kebijakan ini dibuat untuk meringankan biaya agar pelaku usaha UMKM dapat tumbuh dan berkembang pesat.

Namun, tak dapat dihindari akan adanya penurunan penerimaan pajak dari sektor UMKM ini. Apabila dilihat dalam jangka panjang strategi ini justru akan memberikan angin segar pada perekonomian Indonesia.

Penurunan tarif pajak UMKM ini akan meningkatkan gairah pada para pelaku usaha, sehingga akan membantu memperluas usaha dan meningkatkan kemungkinan terjadinya loncatan dari pelaku usaha mikro menjadi usaha kecil, usaha menengah, bahkan usaha besar.

Selanjutnya, usulan pasangan nomor urut 02, Prabowo-Sandi, fokus pada poin berikut. Pertama, meningkatkan batas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh)Pasal 21.

PTKP merupakan suatu batas yang digunakan untuk menentukan seseorang wajib membayar PPh atau tidak. Peningkatan PTKP dapat dipandang dari dua sisi berbeda, positif dan negatif. Peningkatan PTKP dapat meningkatkan konsumsi masyarakat yang merupakan instrumen penting dalam pendapatan negara.

Namun, ketika batas PTKP dinaikkan, maka pendapatan pajak juga akan menurun karena jumlah wajib pajak akan berkurang. Begitupula dengan kebijakan penurunan PPh 21. Tampaknya Prabowo ingin mengikuti jejak Vladimir Putin yang berhasil meningkatkan pendapatan pajak Rusia melalui penurunan tarif pajak.

Namun untuk diberlakukan di Indonesia, kebijakan ini masih perlu dikaji karena penurunan PPh yang dimaksud belum dikarakterisasi, baik besaran maupun sasarannya. Rencana penurunan tarif PPh 21 mungkin tidak akan mudah, karena untuk mengubah PPh 21 diperlukan perubahan tarif PPh orang pribadi (OP).

Penurunan PPh ini memang akan banyak menguntungkan karena dapat meningkatkan daya beli masyarakat yang akhir-akhir ini cenderung lesu, tetapidalam jangka panjang apabila PPh ini diberlakukan secara luas dikhawatirkan akan menurunkan pendapatan pajak secara signifikan.

Kedua, menghapuskan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Kebijakan ini tentunya akan disambut baik oleh masyarakat. Tidak ada lagi beban bagi masyarakat untuk membayar PBB. Namun, kebijakan ini harus dilakukan dengan hati-hati, karena penghapusan PBB akan berpotensi memunculkan polemik di pemerintahan daerah.

PBB merupakan salah satu sumber pendapatan daerah. Jika PBB ini dihapus, maka tentu akan membuat pendapatan daerah berkurang. Akan lebih baik jika konsep PBB diubah menjadi land value tax(LVT), yakni pajak yang menitikberatkan pada nilai tanah, bukan bangunan yang ada di atasnya.

Itulah strategi pajak yang dilakukan oleh kedua capres. Dalam jangka pendek, strategi Prabowo akan banyak memberikan keuntungan, sementara usulan Jokowi akan lebih terasa menguntungkan dalam jangka panjang.

Keduanya memiliki plus minus masing-masing. Siapa yang lebih unggul? Anda yang menentukan, yang jelas kita semua perlu meningkatkan kesadaran dalam membayar pajak, agar pendapatan negara terus meningkat dan Indonesia dan memperluas pembangunan.*

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 17 Oktober 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Transisi Pemerintahan Berjalan, DJP Fokus Amankan Penerimaan Pajak

Sabtu, 12 Oktober 2024 | 16:45 WIB CORETAX SYSTEM

Ada Coretax Nanti, WP Tak Perlu ke KPP untuk Ubah Data Perpajakan

Minggu, 29 September 2024 | 11:01 WIB OPINI PAJAK

Reformasi Pajak dalam Transisi Suksesi Pimpinan Nasional

BERITA PILIHAN