Ilustrasi.
PARIS, DDTCNews – Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mencatat terdapat empat tantangan yang dihadapi oleh negara-negara Asia dan Pasifik dalam hal penerimaan pajak akibat pandemi Covid-19.
Menurut OECD, negara-negara Asia dan Pasifik perlu mempertimbangkan waktu dan cara yang tepat dalam mengurangi dan mencabut insentif pajak, mengatasi tantangan penerimaan pajak akibat peningkatan ketimpangan, menindaklanjuti penurunan penerimaan pajak akibat tingginya informalitas ekonomi, dan menjawab tantangan perpajakan akibat perkembangan ekonomi digital.
Keempat tantangan tersebut perlu dijawab negara-negara Asia dan Pasifik untuk mengoptimalkan penerimaan domestik (domestic resource mobilisation/DRM) guna mencapai target-target yang tertuang dalam Sustainable Development Goals (SDGs).
"Peningkatan penerimaan tak hanya bermanfaat untuk mendanai biaya penanganan Covid-19, vaksin, pemulihan ekonomi, tetapi juga untuk mencapai target yang tertuang dalam SDGs," tulis OECD dalam laporan Revenue Statistics in Asia and the Pacific 2021, Kamis (22/7/2021).
Negara-negara Asia dan Pasifik dinilai perlu belajar dari pengalaman pada masa pascakrisis 2008. OECD memandang pengurangan dan pencabutan insentif harus dilaksanakan secara hati-hati dengan timing yang tepat agar tidak menekan pemulihan perekonomian.
"Ketika tanda-tanda pemulihan ekonomi mulai tampak, pemerintah perlu mempertimbangkan untuk mengurangi atau menghapus stimulus pajak sembari memperkuat optimalisasi penerimaan domestik," tulis OECD.
Guna menjawab tantangan ketimpangan, negara Asia dan Pasifik dinilai perlu menciptakan sistem pajak yang lebih progresif dengan cara menghapuskan pengecualian-pengecualian dalam rezim PPh orang pribadi dan meningkatkan penerimaan yang berasal dari pajak properti.
Menurut OECD, kebanyakan pengecualian PPh orang pribadi yang diberikan pemerintah cenderung bersifat regresif. Adapun pajak properti dinilai perlu ditingkatkan kontribusinya karena pajak tersebut secara inheren bersifat progresif.
Untuk menjawab tantangan peningkatan informalitas perekonomian, otoritas pajak negara-negara Asia dan Pasifik juga dipandang perlu untuk mendefinisikan bentuk ekonomi informal dan shadow economy di negara masing-masing.
OECD menilai teknologi dapat dimanfaatkan otoritas pajak untuk mendeteksi transaksi-transaksi dan entitas bisnis yang selama ini tidak dapat dideteksi oleh otoritas pajak.
Selanjutnya, negara-negara Asia dan Pasifik juga perlu aktif dalam menjawab tantangan perpajakan akibat digitalisasi ekonomi yang berpotensi menggerus basis pajak.
Negara-negara Asia dan Pasifik perlu turut serta dalam mencapai konsensus atas pemajakan ekonomi digital sebagaimana tertuang dalam Pillar 1: Unified Approach dan Pillar 2: Global Anti-Base Erosion (GloBE). (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.