Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah akan segera menerbitkan PMK omnibus yang merevisi beberapa PMK yang mengatur DPP nilai lain dan PPN besaran tertentu. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Selasa (14/1/2025).
PMK omnibus diperlukan agar BKP/JKP nonmewah tertentu yang memiliki DPP nilai lain dan PPN besaran tertentu dalam PMK tersendiri bisa mendapatkan perlakuan yang sama dengan BKP/JKP nonmewah yang PPN-nya dihitung menggunakan DPP nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual.
"Ada 16 PMK yang harus kami ubah. Nah, 16 PMK itu sudah kami rangkum dalam 1 PMK omnibus, mengubah pasal-pasal terkait itu," kata Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama dalam Members' Gathering Apindo.
Dalam proses penyusunan PMK omnibus tersebut, lanjut Yoga, pemerintah telah menyelenggarakan meaningful participation dengan melibatkan pihak-pihak yang terdampak.
"Mudah-mudahan PMK-nya bisa segera terbit pekan ini atau pekan depan. Skemanya sama, kami konsisten dengan PMK 131/2024, sepanjang bukan barang mewah yang sedikit tadi, beban pajaknya seperti kembali 11% dan itu berlaku mulai 1 Januari," tuturnya.
PMK terkait PPN besaran tertentu yang sudah diinventarisasi dan akan direvisi antara lain PMK 75/2010 s.t.d.t.d PMK 71/2022, PMK 102/2011, PMK 83/2012, PMK 155/2012, PMK 173/2021, PMK 62/2022, PMK 63/2022, PMK 66/2022, dan PMK 79/2024.
Kemudian, PMK tentang PPN besaran tertentu yang hendak direvisi antara lain PMK 62/2022, PMK 64/2022, PMK 65/2022, PMK 71/2022, PMK 41/2023, PMK 48/2023, dan PMK 81/2024.
Sebagai informasi, PMK 131/2024 menjadi landasan bagi pemerintah untuk memberlakukan PPN dengan tarif efektif 11% khusus atas BKP/JKP nonmewah meski tarif dalam undang-undang sudah naik menjadi 12% mulai 2025 sesuai Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN.
Tarif efektif PPN sebesar 11% atas BKP/JKP nonmewah diberlakukan dengan cara menerapkan DPP nilai lain sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian.
Namun, perlu dicatat, DPP nilai lain sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian tidak berlaku atas BKP/JKP tertentu yang sudah dikenai PPN dengan DPP nilai lain atau PPN dengan besaran tertentu dalam PMK tersendiri.
Dirjen Pajak Suryo Utomo sebelumnya mengatakan revisi PMK DPP nilai lain dan PPN besaran tertentu dilakukan untuk memastikan PPN yang diterapkan tidak berubah dari ketentuan sebelumnya dan hanya barang mewah (yang dikenai PPnBM) yang dikenai PPN 12%.
“Ini kembali ke rumus yang pertama tadi, sepanjang dia tidak dalam kategori sebagai barang mewah yang harus naik tarif pajaknya [menjadi 12%], PPN-nya dia akan mendapatkan treatment yang sama,” ujar Suryo
Revisi PMK tersebut juga ditegaskan kembali oleh Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Tunjung Nugroho. Menurut Tunjung, revisi PMK bertujuan agar beban pajak pelaku usaha atau rekanan tidak naik. (DDTCNews)
Para pelaku usaha yang melakukan transaksi pembelian diminta untuk memaklumi keterlambatan pemberian faktur pajak oleh pengusaha kena pajak (PKP) penjual.
Menurut Ketua Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyaprathama, pelaku usaha perlu memberikan relaksasi mengingat saat ini masih terdapat beragam kendala dalam pembuatan faktur pajak melalui coretax administration system.
"Kami mengimbau para pelaku usaha, bahwa karena masih adanya situasi ini [transisi ke coretax] agar pelaku usaha juga memberikan relaksasi apabila terjadi sedikit keterlambatan dalam rilis faktur pajak," katanya. (DDTCNews)
Seiring dengan diimplementasikannya coretax administration system sejak 1 Januari 2025, tak sedikit wajib pajak yang mengalami kendala saat membuat kata sandi (password) dan kode frasa (passphrase).
Terkait dengan kendala tersebut, Ditjen Pajak (DJP) melalui sosial media resminya menyarankan 2 hal. Pertama, hindari penggunaan karakter khusus tertentu yang dapat menyebabkan masalah saat pembuatan password atau passphrase.
“Kedua, pastikan password dan passphrase Anda memenuhi format yang diminta untuk kelancaran proses pendaftaran,” tulis DJP melalui akun media sosialnya @ditjenpajari. (DDTCNews)
DJP menegaskan akan terus melakukan perbaikan terhadap proses bisnis pada coretax administration system.
Dalam keterangan resmi, DJP mengeklaim telah melakukan berbagai perbaikan terhadap proses bisnis pendaftaran, pelaporan, dan document management system. Salah satu contoh yang diperbaiki ialah isu gagal login dan pendaftaran NPWP.
"Perbaikan proses bisnis pendaftaran mencakup gagal login, pendaftaran NPWP, pendaftaran NPWP WNA, pengiriman one-time password (OTP), dan update profil wajib pajak termasuk perubahan data PIC perusahaan dan karyawan selain PIC," tulis DJP. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Pemerintah dalam APBN 2025 menargetkan penerimaan bea keluar hanya senilai Rp4,47 triliun atau turun 78,6% dari realisasi tahun lalu yang mencapai 20,9 triliun.
Penurunan target bea keluar ini antara lain mempertimbangkan larangan ekspor konsentrat tembaga mulai 1 Januari 2025 untuk mendukung kebijakan hilirisasi. Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan DJBC pada tahun ini juga sudah tidak menemukan ekspor konsentrat tembaga.
"Mulai 1 Januari 2025 kami tidak melihat ada usulan dari perusahaan untuk melakukan ekspor konsentrat tembaga sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh ESDM dan juga oleh Permendag," katanya. (DDTCNews)
Dirjen Bea dan Cukai Askolani menerbitkan peraturan baru mengenai petunjuk pelaksanaan ketentuan mitra utama kepabeanan. Peraturan yang dimaksud, yaitu Perdirjen Bea dan Cukai PER-21/BC/2024.
Perdirjen itu diterbitkan untuk menjadi petunjuk teknis penetapan Importir dan/atau eksportir sebagai mitra utama (MITA) kepabeanan serta pelaksanaan monitoring dan evaluasi MITA kepabeanan. Sebelumnya, pendelegasian pengaturan petunjuk teknis tersebut sudah diamanatkan Pasal 15 PMK 128/2023.
“... bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 PMK 128/2023 tentang Mitra Utama Kepabeanan, perlu menetapkan Perdirjen Bea dan Cukai tentang Petunjuk Pelaksanaan Ketentuan Mitra Utama Kepabeanan,” bunyi pertimbangan PER-21/BC/2024. (DDTCNews)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.