PMK 92/2020

Ini 7 Pokok Kebijakan dalam PMK Baru Soal PPN Jasa Keagamaan

Redaksi DDTCNews | Selasa, 28 Juli 2020 | 16:33 WIB
Ini 7 Pokok Kebijakan dalam PMK Baru Soal PPN Jasa Keagamaan

Ilustrasi. Paus Francis memimpin Misa Santo Peter dan Paul, di Basilika Santo Peter, di Vatikan, Senin (29/6/2020). ANTARA FOTO/Angelo Carconi/Pool via REUTERS/pas/djo

JAKARTA, DDTCNews – Otoritas fiskal telah menerbitkan PMK 92/2020 terkait dengan kriteria dan/atau rincian jasa keagamaan yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai (PPN).

Lantas, apa saja pokok kebijakan dalam peraturan ini? Ditjen Pajak (DJP) mengatakan PMK ini akan memberi kepastian hukum mengenai perlakuan PPN atas jasa penyelenggaraan ibadah haji dan umrah yang diserahkan oleh biro perjalanan wisata.

“Dan tentunya mendukung keberlanjutan bisnis usaha biro perjalanan wisata pada umumnya dan penyelenggara perjalanan ibadah haji dan umrah khususnya,” demikian pernyataan DJP, Selasa (28/7/2020).

Baca Juga:
Pemerintah China dan Parlemen Sepakati UU PPN, Berlaku Mulai 2026

Berikut adalah pokok-pokok kebijakan dalam PMK 92/2020. Pertama, jasa tertentu dalam kelompok jasa keagamaan termasuk jenis jasa yang tidak dikenai PPN.

Kedua, jasa tertentu dalam kelompok jasa keagamaan yang tidak dikenai PPN meliputi jasa pelayanan rumah ibadah, jasa pemberian khotbah atau dakwah, jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan, dan jasa lainnya di bidang keagamaan.

Ketiga, jasa lainnya di bidang keagamaan yang termasuk dalam kelompok jasa keagamaan yang tidak dikenai PPN meliputi jasa penyelenggaraan ibadah haji reguler dan jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah oleh pemerintah ke Kota Makkah dan Kota Madinah, serta jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh biro perjalanan wisata.

Baca Juga:
Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Keempat, jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh biro perjalanan wisata, meliputi perjalanan ibadah haji khusus dan umrah ke Kota Makkah dan Kota Madinah (umat Islam), dan perjalanan ibadah ke Kota Yerusalem dan Kota Sinai (Mesir) (umat Kristen).

Ada pula perjalanan ibadah ke Kota Vatikan di Roma dan Kota Lourdes di Prancis (umat Katolik), perjalanan ibadah ke Uttar Pradesh dan Haryana di India (umat Hindu), perjalanan ibadah ke Kota Bodh Gaya di India dan Kota Bangkok di Thailand (umat Budha), dan perjalanan ibadah ke Kota Qufu di Cina (umat Khonghucu).

Kelima, d​alam hal jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan di atas juga menyelenggarakan perjalanan ke tempat lain, jasa tersebut menjadi jasa kena pajak. Simak pula artikel ‘Bagaimana Perlakuan PPN Paket Umrah Plus Wisata? Simak di Sini’.

Baca Juga:
Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Keenam, dasar pengenaan pajak (DPP) atas penyerahan jasa penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain berupa nilai lain.

Nilai lain itu sebesar 10% dari jumlah yang ditagih atas jasa penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain. Ketentuan ini berlaku dalam hal tagihan dirinci antara tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan dan tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain.

Nilai lain bisa juga sebesar 5% dari keseluruhan jumlah yang ditagih atas jasa penyelenggaraan perjalanan. Ketentuan ini berlaku jika tagihan tidak dirinci antara tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan dan tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain.

Ketujuh, pajak masukan sehubungan dengan penyerahan jasa penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain tidak dapat dikreditkan. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

28 Juli 2020 | 21:44 WIB

Dengan adanya PMK ini, memberi kejelasan bagi Wajib Pajak mengenai jasa pelayanan rumah ibadah, jasa pemberian khotbah atau dakwah, jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan, dan jasa lainnya di bidang keagamaan apakah termasuk jasa keagamaan yang tidak dikenai PPN berdasarkan Pasal 4A ayat (3) huruf f Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN) atau termasuk jasa yang dikenai PPN.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

NIB Pelaku Usaha Bisa Berlaku Jadi ‘Kunci’ Akses Kepabeanan, Apa Itu?

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?