PMK 89/2020

Implementasi PMK 89/2020, DJP: Tidak Ada Aplikasi Baru

Redaksi DDTCNews | Rabu, 05 Agustus 2020 | 16:24 WIB
Implementasi PMK 89/2020, DJP: Tidak Ada Aplikasi Baru

Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Iwan Djuniardi. 

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) memastikan tidak diperlukan aplikasi atau saluran elektronik baru sebagai syarat pelaksanaan kebijakan tarif efektif PPN 1% untuk barang hasil pertanian tertentu.

Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Iwan Djuniardi mengatakan aplikasi khusus hingga saat ini tidak diperlukan untuk mengakomodasi implementasi PMK 89/2020. DJP, sambungnya, tidak perlu memodifikasi atau membuat aplikasi baru dalam sistem DJP Online.

"Tidak ada [aplikasi baru untuk PMK 89/2020]," katanya Rabu (5/8/2020).

Baca Juga:
Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Iwan menuturkan sistem elektronik yang sudah berjalan sekarang sudah bisa mengakomodasi implementasi PMK 89/2020. Pelaku usaha yang menjadi wajib pungut atas PPN 1% hasil pertanian tertentu tetap menggunakan layanan e-Billing atau e-Filing untuk menjalankan kewajiban perpajakan, khususnya terkait dengan mekanisme pembayaran dan pelaporan PPN.

Selain itu, unit vertikal DJP juga disebut sudah siap untuk melayani wajib pajak yang ingin menggunakan skema nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak (DPP) atas penyerahan barang hasil pertanian tertentu.

"Jadi bayar tetap pakai e-Billing dan lapornya tetap e-Filing. Tata cara pembayaran dan pelaporannya sama saja dengan tarif normal 10%," paparnya. Simak artikel ‘Penjelasan Resmi Soal Tarif Efektif PPN 1% Produk Pertanian Tertentu’.

Baca Juga:
Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru

Seperti diketahui, lewat PMK 89/2020, otoritas memperkenalkan skema tarif efektif PPN sebesar 1%. Tarif efektif itu muncul karena DPP dari penyerahan barang hasil pertanian tertentu ini menggunakan nilai lain yakni 10% dari harga jual.

Langkah ini merupakan respons pemerintah atas dicabutnya fasilitas pembebasan PPN pada sektor pertanian sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 31/2007. PP ini dicabut berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) No. 70/P/HUM/2013.

Sejak saat itu penyerahan barang hasil pertanian yang awalnya bebas PPN menjadi terutang PPN. Otoritas fiskal menyebutkan hal ini membuat petani kesulitan memenuhi kewajiban perpajakannya. PMK ini diharap bisa menyelesaikan masalah tersebut.

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Agar petani ataupun kelompok petani yang sudah dikukuhkan sebagai PKP bisa menggunakan kemudahan DPP nilai lain ini, petani hanya perlu memberitahukan kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP terdaftar.

Pemberitahuan tersebut dilakukan paling lama pada saat batas waktu penyampaian surat pemberitahuan (SPT) masa PPN pertama dalam tahun pajak dimulainya penggunaan DPP nilai lain.

Penyampaian pemberitahuan yang dimaksud juga cukup dilakukan secara elektronik melalui saluran yang disiapkan oleh DJP. Bila saluran elektronik belum tersedia, PKP cukup bersurat kepada KPP tempat PKP terdaftar. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

05 Agustus 2020 | 22:37 WIB

Kemungkinan update tersebut tidak perlu dimunculkan karena permasalahan terbesar bukan kepada penggunaan efaktur. Melainkan perlu adanya update saluran khusus penyetoran pajak dari pemungut PPN Subjek Pajak LN

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tahun Baru, PTKP Baru? Catatan bagi yang Baru Menikah atau Punya Anak

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru