Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kejaksaan Agung menghentikan penyidikan atas tersangka tindak pidana pajak berinisial RHI. Tersangka merupakan pengurus dari PT UCT, wajib pajak badan yang terdaftar di Kantor Wilayah Ditjen Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Selatan I.
Penyidikan dihentikan karena tersangka RHI sudah melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar ditambah sanksi administrasi berupa denda sebesar 3 kali dari pajak yang tidak atau kurang dibayar senilai Rp5,27 miliar.
"Angka ini terdiri dari pelunasan atas pokok pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan oleh wajib pajak yaitu sebesar Rp1,31 miliar ditambah denda sebesar 3 kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan sebesar Rp3,95 miliar," tulis Kanwil DJP Jakarta Selatan I dalam keterangan resminya, dikutip Rabu (2/10/2024).
Penghentian penyidikan dilaksanakan sesuai dengan Pasal 44B UU KUP. Dalam pasal tersebut, telah diatur bahwa tersangka dapat mengajukan penghentian penyidikan kepada Kemenkeu. Pengajuan penghentian penyidikan akan diteruskan ke Kejaksaan Agung dengan surat permintaan.
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan bakal dihentikan bila wajib pajak atau tersangka telah melunasi kerugian pada pendapatan negara ditambah dengan sanksi administrasi dalam Pasal 44B ayat (2) UU KUP.
Selain lewat mekanisme Pasal 44B UU KUP, wajib pajak sesungguhnya dapat menghentikan penyidikan melalui pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sesuai dengan Pasal 44A UU KUP. Wajib pajak berhak melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sesuai dengan Pasal 44A UU KUP sepanjang surat perintah dimulainya penyidikan belum dikirim ke kejaksaan tinggi.
"Dalam Pasal 44A UU KUP dijelaskan bahwa wajib pajak dapat melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) UU KUP disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% dari jumlah pajak yang kurang dibayar," tulis Kanwil DJP Jakarta Selatan I.
Menurut Kanwil DJP Jakarta Selatan I, adanya Pasal 44A dan Pasal 44B UU KUP menunjukkan otoritas tidak mengedepankan pemidanaan berupa kurungan. DJP mengedepankan asas ultimum remedium dalam rangka memulihkan kerugian pada pendapatan negara secara optimal.
Kanwil DJP Jakarta Selatan I pun berharap penegakan hukum di bidang perpajakan dapat memberikan efek jera bagi wajib pajak. Wajib pajak diharap mampu memahami konsekuensi dari setiap tindakan terkait kewajiban perpajakannya. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.