Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah Indonesia akan menerapkan pajak karbon dan perdagangan karbon melalui bursa secara beriringan sehingga para pelaku usaha memiliki pilihan.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan pelaku usaha dapat memilih untuk mengurangi emisi dengan cara membeli unit karbon di pasar karbon atau dengan cara membayar pajak karbon ke pemerintah.
"Pajak karbon itu kami jadikan satu instrumen supaya pasar karbonnya bisa jalan," katanya, Rabu (13/9/2023).
Suahasil menuturkan pajak karbon akan diterapkan pemerintah sejalan dengan peta jalan (roadmap) pasar karbon. Harapannya, langkah tersebut dapat mendukung upaya pemerintah dalam mengejar net zero emission.
"Dari awal ketika mendesain pajak karbon dalam UU HPP, tujuan kita adalah NDC dan net zero emission. Pajak karbon adalah alat agar seluruh perekonomian memiliki tujuan yang sama, memenuhi net zero emission," tuturnya.
Perdagangan karbon akan dimulai pada tahun ini berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 14/2023 tentang Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon dan Surat Edaran OJK 12/2023 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon.
Secara umum, POJK 14/2023 mengatur bahwa unit karbon yang diperdagangkan di bursa harus didaftarkan dalam sistem registri nasional pengendalian perubahan iklim (SRN-PPI) dan penyelenggara bursa.
Suahasil menjelaskan bursa karbon Indonesia akan terbuka bagi pelaku usaha luar negeri. Dia bahkan memandang tak menutup kemungkinan akan banyak pihak dari luar negeri yang membeli unit karbon dari Indonesia.
"Kalau dari sisi kehutanan, kita ini penyedia likuiditas yang luar biasa besar. Jadi harusnya kita menawarkan likuiditas kita itu kepada dunia, jangan hanya kita yang ditawari listing di luar negeri," ujarnya. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.