UU CIPTA KERJA

Wah, Pengecualian Dividen Bikin Tarif Pajak Efektif Lebih Kompetitif

Redaksi DDTCNews | Sabtu, 09 Januari 2021 | 12:24 WIB
Wah, Pengecualian Dividen Bikin Tarif Pajak Efektif Lebih Kompetitif

Managing Partner DDTC Darussalam menjelaskan mengenai perubahan UU PPh dalam UU Cipta Kerja. (tangkapan layar Zoom)

JAKARTA, DDTCNews – Pengecualian dividen dalam negeri dari objek pajak penghasilan (PPh) membuat tarif pajak efektif atas perseroan dikaitan dengan pemegang saham orang pribadi di Indonesia akan lebih kompetitif dan menarik.

Pakar pajak sekaligus Managing Partner DDTC Darussalam memberi ilustrasi penghitungan pada rezim UU PPh tahun 2000 dan UU PPh tahun 2008, tarif pajak efektif investor orang pribadi dalam negeri sebesar 54,5% (UU PPh tahun 2000) dan 32,5% (UU PPh tahun 2008). Tarif itu lebih tinggi dibandingkan dengan tarif di Malaysia (24%), Singapura (17%), dan Thailand (27%).

“Dengan adanya ketentuan pada UU Cipta Kerja dan penurunan tarif PPh badan [secara bertahap sesuai ketentuan dalam UU 2/2020] maka tarif efektif di Indonesia turun menjadi 22% dan 20%,” ujar Darussalam dalam acara Talk to Professionals, Sabtu (9/1/2021).

Baca Juga:
Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Sesuai dengan UU PPh yang telah diubah melalui UU Cipta Kerja, untuk dividen dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak badan dalam negeri sudah langsung dikecualikan dari objek PPh. Namun, untuk dividen dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi, harus memenuhi syarat diinvestasikan di Indonesia dalam jangka waktu tertentu.

Dalam acara yang digelar Prodi Akuntansi dan Tax Center STIE YKPN ini, Darussalam mengatakan penghapusan PPh atas dividen membuat Indonesia akan beralih dari classical system menjadi one-tier system. Simak artikel ‘Selamat Tinggal Pajak Berganda’.

Berdasarkan sistem ini, penghasilan perseroan hanya dikenakan pajak satu kali di tingkat perseroan. Dengan demikian, ketika penghasilan perseroan tersebut dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham orang pribadi, penghasilan dividen ini tidak dikenakan pajak lagi pada orang pribadi tersebut.

Baca Juga:
DDTC Gelar Temu Kontributor Buku Gagasan Perpajakan Prabowo-Gibran

Selain berdampak pada penurunan tarif pajak efektif, sistem ini akan mengurangi kecenderungan perencanaan pajak agresif seperti dividen terselubung atau re-routing investment dengan mengendalikan perusahaan dalam negeri melalui pendirian entitas usaha di luar negeri.

Kebijakan itu juga akan mendorong produktivitas modal di dalam negeri yang saat ini relatif tidak berputar karena perusahaan cenderung menumpuk dan menahan laba (retained earnings) untuk menghindari pengenaan pajak dividen.

Dalam acara tersebut, Darussalam juga menjelaskan mengenai pengecualian dividen luar negeri dari pengenaan PPh yang juga diatur dalam UU Cipta Kerja.

Baca Juga:
Malaysia Berencana Kenakan Pajak atas Dividen sebesar 2 Persen

Dividen dan penghasilan setelah pajak dari bentuk usaha tetap (BUT) di luar negeri bisa dikecualikan dari objek PPh sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kebutuhan bisnis lainnya Indonesia dalam jangka waktu tertentu serta memenuhi salah satu persyaratan.

Persyaratan yang dimaksud adalah pertama, dividen dan penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan paling sedikit 30% dari laba setelah pajak. Kedua, dividen berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan di Indonesia sebelum dirjen pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas dividen tersebut.

“Ini tujuannya agar dividen yang biasanya ditahan di luar negeri masuk. Ini sejalan dengan visi Presiden Jokowi terkait dengan peningkatan investasi,” imbuh Darussalam.

Baca Juga:
Mahasiswa UII! Yuk Ikut Pembekalan Softskill dan Tips Magang di DDTC

Dalam acara yang menghadirkan dosen STIE YKPN Arif Budianto sebagai moderator ini, Darussalam mengatakan secara umum, Pasal 111 UU Cipta Kerja telah mengubah beberapa ketentuan dalam UU PPh.

Pertama, mengenai Pasal 2 UU PPh tentang subjek pajak khususnya ada pada perubahan Pasal 2 ayat (4) UU PPh. Kedua, mengenai Pasal 4 UU PPh tentang objek PPh, khususnya mengenai perubahan Pasal 4 ayat (3) UU PPh, serta penambahan pada Pasal 4 ayat (1a), (1b), dan (1c). Perubahan pasal ini yang mencakup pengecualian dividen dari objek PPh.

Ketiga, mengenai Pasal 26 terkait withholding tax bagi SPLN, khususnya dengan adanya penambahan ayat baru yaitu Pasal 26 ayat (1b) tentang penghasilan bunga. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Senin, 21 Oktober 2024 | 15:30 WIB HUT KE-17 DDTC

DDTC Gelar Temu Kontributor Buku Gagasan Perpajakan Prabowo-Gibran

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 08:27 WIB UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA (UII)

Mahasiswa UII! Yuk Ikut Pembekalan Softskill dan Tips Magang di DDTC

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja