BERITA PAJAK HARI INI

Wah, Hanya Penerimaan PPh OP Nonkaryawan yang Tidak Minus

Redaksi DDTCNews | Rabu, 21 Oktober 2020 | 08:00 WIB
Wah, Hanya Penerimaan PPh OP Nonkaryawan yang Tidak Minus

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Hingga akhir September 2020, mayoritas pos penerimaan pajak masih terkontraksi. Hanya pajak penghasilan (PPh) orang pribadi (OP) nonkaryawan yang tumbuh positif. Kinerja tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (21/10/2020).

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan PPh OP nonkaryawan tercatat tumbuh 1,97%. Kendati masih tumbuh positif, performa tersebut mengalami perlambatan sangat signifikan dibandingkan capaian pada akhir September 2019 yang tercatat tumbuh hingga 15,37%.

“PPh OP secara agregat masih tumbuh meskipun kita lihat ada penurunan dalam 3 bulan terakhir,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Secara bulanan, penerimaan pos PPh OP nonkaryawan pada September 2020 memang terkontraksi 7,82%. Performa ini melanjutkan tren penurunan karena pada Juli 2020 masih tumbuh 11,54% dan pada Agustus 2020 hanya tumbuh 3,56%.

Selain mengenai realisasi penerimaan pajak, ada pula bahasan terkait dengan langkah pemerintah untuk memperluas basis pajak. Perluasan basis pajak menjadi solusi untuk mengatasi tantangan ketidakpastian ekonomi, penurunan pertumbuhan penerimaan pajak dan tax ratio, serta pandemi.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru
  • Penurunan Angsuran PPh Pasal 25

Meskipun mencatatkan pertumbuhan agregat (hingga akhir September 2020) yang positif, realisasi penerimaan PPh OP nonkaryawan mengalami tren penurunan dalam 3 bulan terakhir. Performa ini dipengaruhi oleh angsuran PPh Pasal 25 wajib pajak OP nonkaryawan.

“Pertumbuhan yang menurun dalam tiga bulan terakhir dikarenakan penurunan angsuran PPh Pasal 25,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Adapun realisasi penerimaan pajak total hingga akhir September 2020 senilai Rp750,6 triliun atau 62,6% terhadap target dalam Perpres 72/2020 senilai Rp1.198,8 triliun. Realisasi itu mencatatkan kontraksi 16,9%, lebih dalam dari posisi akhir bulan-bulan sebelumnya. Simak ulasan mengenai kinerja fiskal di sini. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)

Baca Juga:
Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku
  • Diversifikasi Penerimaan Pajak

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan perlunya melakukan diversifikasi sehingga tidak hanya bergantung pada pos penerimaan pajak tertentu. Pos penerimaan seperti PPh OP nonkaryawan serta pajak berbasis kekayaan di daerah justru tercatat relatif stabil dalam situasi saat ini.

“Salah satu pelajaran penting dari adanya resesi kali ini ialah perlunya diversifikasi,” ujar Bawono. (Kontan)

  • Risiko Pelebaran Shortfall

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan masih ada risiko melebarnya selisih kurang antara realisasi dengan target (shortfall) penerimaan pajak tahun ini. Pelemahan ekonomi dan pemberian insentif pajak menjadi faktor yang memengaruhi.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Pada Juli lalu, sambungnya, DDTC Fiscal Research memproyeksi realisasi penerimaan tahun ini senilai Rp1.145 triliun, lebih rendah dari target Rp1.198 triliun. Namun, seiring dengan kondisi perekonomian yang masih belum pulih, risiko realisasi dengan nilai yang lebih rendah kembali muncul. (Bisnis Indonesia)

  • Pengawasan Wajib Pajak

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan ada dua pendekatan yang akan ditempuh untuk memperluas basis pajak. Keduanya adalah peningkatan kepatuhan sukarela serta pengawasan dan penegakan hukum yang berkeadilan.

Peningkatan kepatuhan sukarela akan dilakukan melalui sarana edukasi dan kehumasan yang efektif. Hal ini termasuk melalui pelayanan yang mudah berkualitas serta menjamin prinsip kepastian hukum dalam pembuatan regulasi.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Sementara itu, pengawasan dan penegakan hukum yang berkeadilan akan dilakukan dengan beberapa saluran kebijakan, seperti ekstensifikasi berbasis kewilayahan dan pengawasan wajib pajak strategis. Selain itu, ada pemeriksaan dan penagihan pajak berbasis risiko. (DDTCNews)

  • Konsultan Pajak

Sekretaris DJP Peni Hirjanto mengatakan ruang yang diberikan kepada konsultan pajak makin terbuka karena tingginya kebutuhan pelayanan kepada wajib pajak. Apalagi, jumlah konsultan pajak di Indonesia saat ini masih kurang ideal jika dibandingkan dengan negara lain.

"Kami di DJP butuh konsultan pajak agar bisa melakukan peningkatan pelayanan dan edukasi pajak di masyarakat," tuturnya. (DDTCNews)

Baca Juga:
Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?
  • Diskon Angsuran PPh Pasal 25 Paling Diminati

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan realisasi itu setara 24,6% dari yang ditargetkan senilai Rp120,61 triliun. Dari realisasi tersebut, wajib pajak paling banyak memanfaatkan insentif pengurangan angsuran pajak penghasilan (PPh) Pasal 25.

"Untuk insentif usaha, terealisasi Rp29,68 triliun, dengan tambahan kenaikan Rp1,61 triliun [pada September]," katanya.

Berdasarkan data Kemenkeu, realisasi pemanfaatan diskon angsuran PPh Pasal 25 hingga 14 Oktober 2020 senilai Rp10,19 triliun. Realisasi itu setara dengan 71% dari alokasi anggaran senilai Rp14,4 triliun. Semula diskon diberikan sebesar 30% kemudian bertambah menjadi 50% mulai Agustus 2020. (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?