Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Hingga akhir September 2020, mayoritas pos penerimaan pajak masih terkontraksi. Hanya pajak penghasilan (PPh) orang pribadi (OP) nonkaryawan yang tumbuh positif. Kinerja tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (21/10/2020).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan PPh OP nonkaryawan tercatat tumbuh 1,97%. Kendati masih tumbuh positif, performa tersebut mengalami perlambatan sangat signifikan dibandingkan capaian pada akhir September 2019 yang tercatat tumbuh hingga 15,37%.
“PPh OP secara agregat masih tumbuh meskipun kita lihat ada penurunan dalam 3 bulan terakhir,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Secara bulanan, penerimaan pos PPh OP nonkaryawan pada September 2020 memang terkontraksi 7,82%. Performa ini melanjutkan tren penurunan karena pada Juli 2020 masih tumbuh 11,54% dan pada Agustus 2020 hanya tumbuh 3,56%.
Selain mengenai realisasi penerimaan pajak, ada pula bahasan terkait dengan langkah pemerintah untuk memperluas basis pajak. Perluasan basis pajak menjadi solusi untuk mengatasi tantangan ketidakpastian ekonomi, penurunan pertumbuhan penerimaan pajak dan tax ratio, serta pandemi.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Meskipun mencatatkan pertumbuhan agregat (hingga akhir September 2020) yang positif, realisasi penerimaan PPh OP nonkaryawan mengalami tren penurunan dalam 3 bulan terakhir. Performa ini dipengaruhi oleh angsuran PPh Pasal 25 wajib pajak OP nonkaryawan.
“Pertumbuhan yang menurun dalam tiga bulan terakhir dikarenakan penurunan angsuran PPh Pasal 25,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Adapun realisasi penerimaan pajak total hingga akhir September 2020 senilai Rp750,6 triliun atau 62,6% terhadap target dalam Perpres 72/2020 senilai Rp1.198,8 triliun. Realisasi itu mencatatkan kontraksi 16,9%, lebih dalam dari posisi akhir bulan-bulan sebelumnya. Simak ulasan mengenai kinerja fiskal di sini. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)
Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan perlunya melakukan diversifikasi sehingga tidak hanya bergantung pada pos penerimaan pajak tertentu. Pos penerimaan seperti PPh OP nonkaryawan serta pajak berbasis kekayaan di daerah justru tercatat relatif stabil dalam situasi saat ini.
“Salah satu pelajaran penting dari adanya resesi kali ini ialah perlunya diversifikasi,” ujar Bawono. (Kontan)
Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan masih ada risiko melebarnya selisih kurang antara realisasi dengan target (shortfall) penerimaan pajak tahun ini. Pelemahan ekonomi dan pemberian insentif pajak menjadi faktor yang memengaruhi.
Pada Juli lalu, sambungnya, DDTC Fiscal Research memproyeksi realisasi penerimaan tahun ini senilai Rp1.145 triliun, lebih rendah dari target Rp1.198 triliun. Namun, seiring dengan kondisi perekonomian yang masih belum pulih, risiko realisasi dengan nilai yang lebih rendah kembali muncul. (Bisnis Indonesia)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan ada dua pendekatan yang akan ditempuh untuk memperluas basis pajak. Keduanya adalah peningkatan kepatuhan sukarela serta pengawasan dan penegakan hukum yang berkeadilan.
Peningkatan kepatuhan sukarela akan dilakukan melalui sarana edukasi dan kehumasan yang efektif. Hal ini termasuk melalui pelayanan yang mudah berkualitas serta menjamin prinsip kepastian hukum dalam pembuatan regulasi.
Sementara itu, pengawasan dan penegakan hukum yang berkeadilan akan dilakukan dengan beberapa saluran kebijakan, seperti ekstensifikasi berbasis kewilayahan dan pengawasan wajib pajak strategis. Selain itu, ada pemeriksaan dan penagihan pajak berbasis risiko. (DDTCNews)
Sekretaris DJP Peni Hirjanto mengatakan ruang yang diberikan kepada konsultan pajak makin terbuka karena tingginya kebutuhan pelayanan kepada wajib pajak. Apalagi, jumlah konsultan pajak di Indonesia saat ini masih kurang ideal jika dibandingkan dengan negara lain.
"Kami di DJP butuh konsultan pajak agar bisa melakukan peningkatan pelayanan dan edukasi pajak di masyarakat," tuturnya. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan realisasi itu setara 24,6% dari yang ditargetkan senilai Rp120,61 triliun. Dari realisasi tersebut, wajib pajak paling banyak memanfaatkan insentif pengurangan angsuran pajak penghasilan (PPh) Pasal 25.
"Untuk insentif usaha, terealisasi Rp29,68 triliun, dengan tambahan kenaikan Rp1,61 triliun [pada September]," katanya.
Berdasarkan data Kemenkeu, realisasi pemanfaatan diskon angsuran PPh Pasal 25 hingga 14 Oktober 2020 senilai Rp10,19 triliun. Realisasi itu setara dengan 71% dari alokasi anggaran senilai Rp14,4 triliun. Semula diskon diberikan sebesar 30% kemudian bertambah menjadi 50% mulai Agustus 2020. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.