BELANJA perpajakan (tax expenditure) menurut OECD, adalah transfer sumber daya kepada publik tanpa memberikan bantuan atau belanja langsung (direct transfer), melainkan melalui pengurangan kewajiban perpajakan dengan ketentuan perpajakan tertentu.
Sementara itu, pemerintah Indonesia mendefinisikan belanja perpajakan sebagai penerimaan yang hilang atau berkurang akibat adanya ketentuan khusus yang berbeda dari sistem pemajakan secara umum (benchmark tax system).
Dengan kata lain, belanja perpajakan dapat memengaruhi kondisi keuangan negara, sekaligus memengaruhi kemampuan membiayai pembangunan. Untuk itu, belanja perpajakan umumnya menyasar sebagian subjek dan objek pajak tertentu.
Tabel berikut menggambarkan proporsi estimasi belanja perpajakan di Indonesia sejak 2016 hingga 2018 berdasarkan sektor ekonomi. Untuk mengestimasi besaran belanja perpajakan, metode yang digunakan adalah metode revenue forgone.
Metode ini mengasumsikan estimasi yang dilakukan bersifat statis. Artinya, estimasi penurunan penerimaan pajak pemerintah tidak memperhitungkan perubahan perilaku masyarakat, dampak ekonomi, dan perubahan kebijakan pemerintah lainnya.
Tabel 1 Distribusi Belanja Perpajakan Indonesia 2016-2018 Berdasarkan Sektor Ekonomi (%)Sumber: Badan Kebijakan Fiskal, 'Laporan Belanja Perpajakan 2016-2017' & 'Laporan Belanja Perpajakan 2018'
Berdasarkan tabel tersebut, sektor manufaktur merupakan sektor yang paling banyak menerima fasilitas perpajakan sejak 2016. Bukan tanpa alasan, pemerintah jorjoran memberikan fasilitas perpajakan untuk sektor manufaktur.
Menurut Kementerian Perindustrian, industri pengolahan memiliki andil yang cukup besar dalam menyumbangkan pajak nonmigas setiap tahunnya di antaranya industri logam dasar, tekstil dan pakaian jadi, serta alat angkutan.
Kementerian Perindustrian juga menyebutkan total nilai ekspor sektor manufaktur hingga akhir 2018 mencapai US$130,74 miliar, naik 4,51% dari realisasi 2017. Sektor manufaktur juga menyumbang 72,28% dari total ekspor nasional.
Belanja perpajakan pernah diulas DDTC melalui working paper bertajuk ‘Tax Expenditure Atas Pajak Penghasilan: Rekomendasi Bagi Indonesia’. Dalam working paper itu disebutkan belanja perpajakan tidak hanya dilihat dari besaran biaya yang dikeluarkan pemerintah, tetapi dapat dilihat juga dari evaluasi dan rasionalisasi di baliknya.
Untuk itu, pemerintah perlu mengidentifikasi siapa, kelompok mana, atau sektor ekonomi mana yang paling diuntungkan, yang dalam hal ini merupakan sektor manufaktur sebagai penyumbang kontribusi ekonomi Indonesia yang konsisten.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.