JAKARTA, DDTCNews – Berita pagi ini, Selasa (17/17) sejumlah media nasional masih ramai membicarakan mengenai beleid transfer pricing documentations (TP doc). Beleid tersebut dapat dinilai sebagai kesempatan untuk perusahaan multinasional dalam membuktikan kepada otoritas pajak bahwa setiap transaksi yang dilakukan dengan afiliasinya masih dalam batas kewajaran.
Pengamat Pajak/Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan ada perbedaan rezim TP Doc dari price testing menjadi price setting melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.213/PMK.03/2016. Menurutnya, hal ini merupakan kesempatan bagi perusahaan multinasional untuk membuktikan bahwa nilai yang mereka tetapkan untuk afiliasinya sudah wajar, oleh karena itu adanya aturan baru ini jangan dijadikan sebagai beban.
Jika dilihat dari sisi Ditjen Pajak, Senior Partner DDTC Danny Septriadi mengungkapkan TP Doc ini juga dapat dijadikan sebagai gambaran bagi Ditjen Pajak untuk melakukan risk assessment wajib pajak (WP).
Kabar lainnya datang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang akan mempertimbangkan penetapan tarif cukai plastik dengan mempertimbangkan sistem daur ulang. Berikut ulasan ringkas beritanya:
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai akan menerapkan sistem stratifikasi atau layer dalam menentukan tarif cukai plastik yang bakal diajukan untuk dibahas dalam panitia kerja penerimaan sektor bea dan cukai di Komisi XI DPR. Sistem tersebut akan diberikan dengan memperhitungkan sistem daur ulang yang diterapkan oleh pabrikan plastik serta jenis dan jumlah produksinya. Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan semakin baik sistem daur ulang yang diterapkan, semakin rendah cukai yang akan dikenakan. Ia juga memberi sinyal bahwa tarif cukai baru tersebut tidak akan melebihi Rp200.
Partner DDTC Romi Irawan mengungkapkan pada dasarnya TP Doc yang diatur dalam PMK 213/PMK.03/2016 merupakan bentuk standar baru yang dijadikan acuan dalam penilaian risiko. Menurutnya, terdapat dua informasi besar yang menunjukkan bahwa CbCR memiliki kaitan erat dengan kerahasiaan data.
Pertama, peredaran bruto, laba atau rugi sebelum pajak, PPh yang telah dipotong/dipungut/dibayar sendiri, PPh terutang, modal, hingga akumulasi laba ditahan dari seluruh anggota grup usaha. Kedua, daftar anggota grup, nama yurisdiksi dan kegiatan utama usaha per negara atau yurisdiksi.
Pemerintah akan segera meluncurkan kebijakan ekonomi baru guna mengatasi ketimpangan social di Indonesia. Inisiasi kebijakan tersebut merupakan usulan dari presiden Joko Widodo. Hingga saat ini konsep kebijakan baru tersebut masih digodok oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, yang nantinya arah kebijakan pemerintah akan dibuat dengan menjamin adanya pemerataan. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan indeks kesenjangan pengeluaran penduduk Indonesia atau rasio gini pada Maret 2016 sebesar 0,39% atau turun 0,02% dibandingkan dengan Maret 2015 yang sebesar 0,41%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Idrawati meminta evaluasi terhadap kemampuan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) dalam mengejar target. Terutama upaya untuk merealisasikan target pajak tahun 2017 yang ditetapkan dalam APBN 2017. Terkait hal tersebut, Sri Mulyani Indrawati memerintahkan tim pelaksana reformasi perpajakan untuk menghitung ulang potensi pajak yang lebih realistis untuk dicapai.
Pemerintah karet di Sumatra Utara (Sumut) optimis kinerja ekspor sepanjang tahun ini lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang terletak dikisaran 3%-5%. Sekretaris Gabungan Pengusaha Karet Indonesia Sumut Edy Irwansyah menuturkan optimisme tersebut muncul karena beberapa negara utama tujuan ekspor karet provinsi ini, seperti China mengindikasikan adanya pemulihan ekonomi. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.