KAMBOJA

Terdampak Perang Ukraina, Relaksasi Angsuran PPh Badan Diperpanjang

Dian Kurniati | Sabtu, 14 Januari 2023 | 12:00 WIB
Terdampak Perang Ukraina, Relaksasi Angsuran PPh Badan Diperpanjang

Ilustrasi.

PHNOM PENH, DDTCNews - Pemerintah Kamboja memutuskan untuk memperpanjang penangguhan angsuran PPh badan pada industri tekstil hingga 2025.

Kementerian Keuangan menyatakan relaksasi tersebut diberikan untuk meringankan beban keuangan industri tekstil karena penurunan pesanan akibat perang di Ukraina. Meski demikian, relaksasi hanya diberikan kepada industri tekstil yang memenuhi syarat.

"Beberapa kriteria kelayakan didasarkan pada skala dan ruang lingkup operasi, keberlanjutan, dan dukungan pekerja," bunyi keterangan Kemenkeu, dikutip pada Sabtu (14/1/2023).

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selain industri tekstil, Kemenkeu menyebut relaksasi angsuran PPh badan juga dapat dinikmati pelaku usaha garmen, tas, alas kaki dan topi.

Presiden Asosiasi Alas Kaki Kamboja Ly Kunthai mengatakan relaksasi angsuran PPh badan akan melonggarkan arus kas pelaku usaha yang terdampak perang Rusia-Ukraina. Menurutnya, angsuran PPh badan kira-kira setara dengan 1% dari pengeluaran rutin industri garmen dan alas kaki.

Dia menjelaskan perang di Ukraina telah menyebabkan penurunan pesanan sebesar 30%-40%. Kondisi ini menyebabkan para pekerja berisiko tinggi mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

Baca Juga:
Malaysia Berencana Kenakan Pajak atas Dividen sebesar 2 Persen

Dia memperkirakan penurunan pesanan produk garmen dan alas kaki akan memburuk dan berlanjut pada tahun ini.

"Relaksasi pajak ini, meski tidak banyak, menggambarkan fokus pemerintah pada sektor swasta," ujarnya dilansir thestar.com.my.

Ditjen Bea dan Cukai mencatat Kamboja mengekspor produk garmen, alas kaki, dan barang-barang terkait tekstil lainnya senilai US$10,092 miliar pada Januari-November 2022 atau tumbuh 17,62%. Ekspor produk tersebut berkontribusi 49,33% terhadap total ekspor Kamboja pada Januari-November 2022 yang senilai US$20,458 miliar. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Minggu, 20 Oktober 2024 | 14:00 WIB HONG KONG

Negara Ini Bakal Pangkas Tarif Bea Masuk Minuman Beralkohol

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja