Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi merilis peraturan mengenai penunjukan pihak lain sebagai pemungut pajak atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui sistem informasi pengadaan pemerintah.
Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 58/PMK.03/2022. Terbitnya peraturan ini untuk melaksanakan ketentuan Pasal 44E ayat (2) huruf f UU KUP s.t.d.t.d UU HPP dan Pasal 22 ayat (2) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP.
“Perlu menetapkan peraturan menteri keuangan tentang penunjukan pihak lain sebagai pemungut pajak dan tata cara pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui sistem informasi pengadaan pemerintah,” penggalan bunyi salah satu pertimbangan dalam PMK tersebut.
Selain itu, ada 3 pertimbangan lain terbitnya peraturan yang diundangkan pada 30 Maret 2022 dan mulai berlaku pada 1 Mei 2022 ini.
Pertama, untuk mendukung penggunaan produk dalam negeri dan meningkatkan transparansi serta efisiensi belanja, pemerintah menyelenggarakan pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah secara elektronik melalui sistem informasi pengadaan pemerintah.
Kedua, untuk mengamankan penerimaan pajak atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah secara elektronik melalui sistem informasi pengadaan pemerintah, perlu menunjuk pihak lain sebagai pemungut pajak.
Ketiga, untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak sebagai penyedia barang dan/atau jasa pemerintah serta pihak lain sebagai penyelenggara sistem informasi pengadaan pemerintah.
Sesuai dengan Pasal 2, pihak lain ditunjuk sebagai pemungut pajak untuk melakukan pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak atas penyerahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh rekanan.
Adapun penyerahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh rekanan meliputi penyerahan kepada instansi pemerintah dan pihak selain instansi pemerintah dalam sistem informasi pengadaan. Pajak yang dimaksud meliputi PPh Pasal 22, PPN, atau PPN dan PPnBM.
Pihak lain dan rekanan tersebut wajib melakukan 2 hal. Pertama, mendaftarkan diri pada kantor Ditjen Pajak (DJP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pihak lain atau rekanan, untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Kedua, melaporkan usahanya pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha dilakukan, untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).
Sesuai dengan Pasal 3 ayat (2), kewajiban rekanan melaporkan usahanya ke kantor DJP untuk dikukuhkan sebagai PKP, juga berlaku bagi rekanan yang memenuhi kriteria sebagai pengusaha kecil dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur batasan pengusaha kecil PPN.
Kewajiban untuk rekanan dikecualikan jika rekanan merupakan pengusaha yang hanya melakukan penyerahan barang dan/atau jasa yang tidak dikenai PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau orang pribadi yang hanya menyediakan jasa angkutan umum melalui pihak lain.
Tata cara pendaftaran dan pelaporan usaha untuk diberikan NPWP dan pengukuhan PKP dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pendaftaran wajib pajak dan penghapusan NPWP serta pengukuhan dan pencabutan pengukuhan PKP.
Rekanan harus menyampaikan salinan dokumen kepada pihak lain berupa surat keterangan terdaftar atau NPWP. Salinan dokumen itu juga berupa surat pengukuhan PKP, kecuali rekanan yang dikecualikan dari kewajiban.
“Penyampaian dokumen … dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang telah ditentukan oleh pihak lain,” bunyi penggalan Pasal 4 ayat (2). (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.