BELUM lama ini publik dihebohkan dengan Penyajian Laporan Keuangan salah satu BUMN terkemuka yang tidak sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Perusahaan tersebut diduga melakukan kecurangan (fraud).
Pada awalnya, isu dugaan melakukan kecurangan diberitakan oleh media walaupun pada akhirnya setelah dilakukan pengujian, perusahaan terbukti melakukan pelanggaran. Penyebarluasan isu yang belum dipastikan kebenarannya jelas memiliki dampak pada reputasi perusahaan.
Reputasi yang buruk melahirkan dampak negatif bagi operasi bisnis perusahaan dan juga melemahkan kemampuan perusahaan untuk bersaing. Ternodanya nama baik perusahaan dapat berdampak pada kinerja dan posisi keuangannya, terutama dengan adanya ‘penggiringan isu’ oleh pihak tertentu melalui naming & shaming (Yustisia, 2019).
Tidak hanya kasus laporan keuangan saja yang menjadi santapan media. Baru-baru ini terdapat pemberitaan yang menggiring opini publik adanya perusahaan batu bara yang dituding melakukan penggelapan pajak dan pastinya isu tersebut berpengaruh pada reputasi perusahaan.
Lalu, langkah-langkah apa saja yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempertahankan reputasi serta dapat menunjukkan bahwa perusahaan telah mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku?
Urgensi Tax Assurance
DALAM suatu perusahaan, manajemen risiko merupakan hal yang penting. Bukan hanya sebagai instrumen pelaksanaan ‘apa yang dapat dan seharusnya dilakukan’ oleh perusahaan, melainkan sebagai upaya untuk menekan risiko yang kemungkinan akan terjadi pada suatu perusahaan.
Salah satu manajemen risiko yang perlu diperhatikan perusahaan adalah risiko reputasi. Risiko reputasi merupakan risiko yang salah satunya disebabkan publikasi atau persepsi negatif terkait dengan aktivitas bisnis.
Risiko reputasi tidak terkait langsung dengan kerugian finansial, tetapi lebih sulit diselesaikan dan memerlukan waktu yang lama untuk memulihkan keadaan. Selain itu, peran media dalam membentuk opini dapat menjadi pertimbangan perusahaan untuk mengelola risiko reputasi.
Tidak dapat dimungkiri terdapat peran media dalam membentuk reputasi suatu perusahaan. Media dapat memberikan informasi dan menggiring opini yang berpengaruh pada penilaian masyarakat terhadap suatu perusahaan apalagi terkait dengan isu pajak yang cukup sensitif di masyarakat.
Perpajakan berhubungan dengan terbentuknya risiko reputasi yang menjadi salah satu risiko yang perlu diperhatikan dalam perusahaan. Hal ini dikarenakan eksistensi pajak memiliki dampak pada keuangan perusahaan dan secara tidak langsung pada reputasi perusahaan itu sendiri.
Sederhananya, semakin baik fungsi pajak yang dijalankan oleh perusahaan, semakin baik pula reputasi yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Dalam ilmu pajak, upaya untuk menjamin bahwa fungsi perpajakan yang dilakukannya dalam suatu perusahaan telah sesuai dengan aturan yang berlaku disebut dengan tax assurance.
Russo (2015), dalam buku Tax Assurance, menjelaskan bahwa tax assurance tidak hanya untuk menjamin fungsi pajak telah dilakukan dengan tepat, tetapi berkaitan juga dengan manajemen risiko pajak, pengendalian internal, tata kelola perusahaan, kebijakan pajak, hubungan dengan media, hubungan dengan otoritas pajak, etika perpajakan, dan audit yang relevan untuk melakukan tax assurance.
Sistem perpajakan di Indonesia menganut self assesment system. Artinya, sistem pemungutan pajak memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan. Self assesment system dapat menjadi salah satu faktor pendukung adanya risiko reputasi terkait dengan perpajakan.
Format Tax Assurance
SELURUH transaksi yang dilakukan suatu perusahaan tidak terlepas dari tax adjustment. Perusahaan perlu melakukan analisis untuk menentukan apakah transaksi tersebut terutang pajak atau tidak. Analisis yang dilakukan merupakan upaya untuk menentukan ada tidaknya risiko pajak.
Selain itu, penentuan risiko pajak juga dapat menjaga agar perusahaan tetap menjalankan fungsi perpajakannya sesuai dengan koridor yang benar dan pada akhirnya mampu menjaga reputasinya sebagai wajib pajak yang baik.
Timbulnya risiko pajak dapat dipicu oleh tidak mempertimbangkan pajak dalam suatu transaksi (insight), tidak sesuai dengan fakta informasi (analysis), atau kesalahan mengintrepretasikan transaksi (follow-up) (Happe, 2015).
Dalam meminimalisir risiko pajak, berikut langkah-langkah yang dapat dilakukan perusahaan untuk menerapkan tax assurance. Pertama, Tax Control Framework (TCF). Upaya prefentif yang dapat dilakukan suatu perusahaan dalam menjaga reputasi dapat menggunakan TCF.
TCF merupakan instrumen pengendalian internal terkait dengan fungsi pajak dalam suatu perusahaan. Penerapan TCF dapat memastikan suatu perusahaan memiliki kontrol yang memadai atas proses perpajakannya.
TCF dapat mencegah adanya kesalahan dalam mengidentifikasi pajak dalam suatu transaksi (tax errors) dan dokumentasi transaksi perusahaan dapat terjaga dengan baik. Perusahaan sebagai internal tax assurance, dapat menggunakan TCF sebagai upaya untuk manajemen risiko reputasi.
Kedua, pemerintah perlu menerapkan ketentuan terkait dengan transaksi yang sensitif. Pemerintah yang memiliki peran regulator untuk membuat kebijakan. Pemerintah dengan kekuasaan yang dimiliki akan berusaha untuk memaksimalkan penerimaan dari sektor pajak (Darussalam dan Septriadi, 2006).
Kebijakan pajak atas transaksi yang masih memiliki grey area diperlukan peran pemerintah untuk mencegah adanya sengketa. Hal ini disebabkan tidak jarang terjadi perbedaan penafsiran antara wajib pajak dengan pemerintah yang tentunya berujung pada sengketa. Dengan adanya regulasi yang jelas, wajib pajak dapat memastikan bahwa telah melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Ketiga, the justified trust (external tax assurance). Suatu laporan keuangan perlu diberi opini audit guna menyatakan bahwa pemeriksaan telah dilakukan sesuai dengan norma yang disertai dengan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa.
Jika dalam suatu laporan keuangan terdapat opini audit yang dapat digunakan sebagai simbol kepercayaan publik, perlu opini dari pihak ekternal sebagai tax assurance yang dapat menunjukkan wajib pajak telah melakukan kewajiban sesuai dengan peraturan yang berlaku sebagaimana the justified trust yang diterapkan di Australia. Cara ini dapat dijadikan upaya preventif untuk menjaga reputasi perusahaan dengan adanya the justified trust.*
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.