Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) memberikan penjelasan kepada wajib pajak terkait dengan persyaratan dan tata cara pengajuan pemindahbukuan (Pbk).
DJP menjelaskan bahwa pemindahbukuan dapat dilakukan sepanjang memenuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 242/2014. Adapun ketentuan pemindahbukuan dapat dilihat di https://pajak.go.id/id/pemindahbukuan-0.
“Syarat permohonan Pbk secara umum ialah mengisi formulir permohonan pemindahbukuan dan melampirkan asli surat setoran pajak (SSP)/bukti pembayaran,” sebut DJP dalam akun Twitter @kring_pajak, Minggu (16/10/2022).
Selanjutnya, tata cara pengajuan dan formulir Pbk dapat dilihat di PMK-242/PMK.03/2014. Formulir juga diunduh di https://pajak.go.id/id/formulir-pajak/formulir-pemindahbukuan. Untuk diperhatikan, permohonan pemindahbukuan ditandatangani oleh nama penyetor/wajib bayar.
Kemudian, permohonan pemindahbukuan bisa diajukan secara langsung ke KPP tempat pembayaran diadministrasikan atau melalui pos/jasa pengiriman dengan bukti pengiriman surat ke KPP tempat pembayaran diadministrasikan.
Merujuk Pasal 1 angka 28 PMK 242/2014, pemindahbukuan adalah proses memindahbukukan penerimaan pajak untuk dibukukan pada penerimaan pajak yang sesuai.
Proses pemindahbukuan ini dapat dilakukan dalam hal terjadi kesalahan pembayaran atau penyetoran pajak. Mengacu Pasal 16 ayat (2) PMK 242/2014 terdapat 8 sebab yang membuat diperlukannya proses pemindahbukuan.
Pertama, pemindahbukuan karena adanya kesalahan dalam pengisian formulir Surat Setoran Pajak (SSP); Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP); baik menyangkut wajib pajak sendiri maupun wajib pajak lain.
Kesalahan dalam pengisian formulir SSP dapat berupa kesalahan dalam pengisian NPWP, nama wajib pajak, Nomor Objek Pajak (NOP), letak objek pajak, kode akun pajak, kode jenis setoran, masa pajak atau tahun pajak, nomor ketetapan, dan jumlah pembayaran.
Sementara itu, kesalahan dalam pengisian formulir SSPCP dapat berupa kesalahan dalam pengisian NPWP pemilik barang di dalam daerah pabean, masa pajak dan/atau tahun pajak, atau jumlah pembayaran pajak.
Kedua, pemindahbukuan karena adanya kesalahan dalam pengisian data pembayaran pajak yang dilakukan melalui sistem pembayaran pajak secara elektronik sebagaimana tertera dalam Bukti Penerimaan Negara (BPN).
Ketiga, pemindahbukuan karena adanya kesalahan perekaman atas SSP, SSPCP, yang dilakukan Bank Persepsi/Pos Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Bank Persepsi Mata Uang Asing.
Keempat, pemindahbukuan karena kesalahan perekaman atau pengisian Bukti Pbk oleh pegawai DJP. Kesalahan oleh pegawai DJP itu terjadi apabila data yang tertera dalam Bukti Pbk berbeda dengan permohonan pemindahbukuan wajib pajak.
Kelima, pemindahbukuan dalam rangka pemecahan setoran pajak dalam SSP, SSPCP, BPN, atau Bukti Pbk menjadi beberapa jenis pajak atau setoran beberapa wajib pajak, dan/atau objek pajak PBB.
Keenam, pemindahbukuan karena jumlah pembayaran pada SSP, BPN, atau Bukti Pbk lebih besar dari pajak terutang dalam Surat Pemberitahuan, surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Ketetapan Pajak PBB atau Surat Tagihan Pajak PBB;
Ketujuh, pemindahbukuan karena jumlah pembayaran pada SSPCP atau Bukti Pbk lebih besar dari pajak terutang dalam pemberitahuan pabean impor, dokumen cukai, atau surat tagihan/surat penetapan. Kedelapan, pemindahbukuan karena sebab lain yang diatur oleh dirjen pajak. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.