KEBIJAKAN PAJAK

Tarif PPN Dirancang Naik dalam RUU KUP, Mitigasi Dampaknya Disiapkan

Muhamad Wildan | Sabtu, 28 Agustus 2021 | 16:00 WIB
Tarif PPN Dirancang Naik dalam RUU KUP, Mitigasi Dampaknya Disiapkan

Ilustrasi

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah menyadari kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 12% seperti yang diusulkan melalui RUU KUP akan memberikan dampak terhadap masyarakat. Merespons hal itu, langkah mitigasi disiapkan.

Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan pemerintah bersama DPR akan membahas secara hati-hati dan seksama mengenai waktu yang tepat untuk menaikkan tarif PPN.

"Dalam panja pemerintah dengan DPR akan dibahas sebaik-baiknya mengenai dampak kenaikan 2% terhadap inflasi, tenaga kerja, dan daya beli sehingga nanti pemerintah dan DPR akan memutuskan dengan sangat baik waktu yang tepat untuk pengenaan itu," ujar Yoga dalam webinar Perayaan HUT ke-56 Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), Jumat (27/8/2021).

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Yoga mengatakan tarif PPN sebesar 12% tak akan serta-merta diberlakukan pada masa pandemi Covid-19. Kenaikan tarif PPN secara langsung dianggap akan memberatkan masyarakat. Pemberlakuan PPN dengan tarif sebesar 12% per Januari 2022 juga bisa jadi masih bukan waktu yang tepat.

"Oleh karena itu, pemberlakuannya akan dilakukan secara sangat hati-hati," ujar Yoga.

Seperti diketahui, pemerintah mengusulkan kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 12% sekaligus implementasi skema PPN multitarif pada RUU KUP. Tarif PPN diusulkan naik mengingat tarif PPN yang saat ini berlaku di Indonesia masih cenderung lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata global. DJP mencatat rata-rata tarif PPN di dunia saat ini sudah sebesar 15,4%.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Adapun struktur tarif PPN diusulkan berubah dari tarif tunggal menjadi multitarif karena skema tarif tunggal yang berlaku saat ini masih kurang mencerminkan keadilan.

Rencananya, tarif PPN yang lebih tinggi dari tarif umum akan dikenakan atas barang-barang yang tergolong mewah, sedangkan tarif PPN yang lebih rendah akan dikenakan atas barang dan jasa yang dibutuhkan oleh khalayak umum.

Tak hanya itu, pemerintah juga berencana mengurangi jumlah barang dan jasa yang selama ini dikecualikan dari PPN. Dalam RUU KUP, barang dan jasa yang tetap dikecualikan dari pengenaan PPN adalah objek pajak daerah yakni restoran, hotel, parkir, dan hiburan; uang, emas batangan untuk cadangan devisa, dan surat berharga; jasa pemerintahan umum; serta jasa penceramah keagamaan. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra