Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menegaskan akan memperluas penerima insentif pajak yang ada dalam Peraturan Menteri Keuangan No.23/2020 ke 18 sektor usaha. Topik ini menjadi bahasan sejumlah media nasional pada hari ini, Kamis (23/4/2020).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perluasan penerima insentif pajak dilakukan untuk 18 sektor usaha dengan total sekitar 749 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Hal ini lebih banyak dari rencana awal 11 sektor usaha.
“Hampir seluruh sektor di dalam perekonomian kita mendapat insentif pajak ini,” kata Sri Mulyani. Simak artikel ‘Wah, Jadinya Penerima Insentif Pajak Diperluas ke 18 Sektor Usaha’.
Seperti diketahui, insentif pajak dalam PMK 23/2020 berupa pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan PPh Pasal 22 impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25, dan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat.
Selain itu, beberapa media juga menyoroti pengajuan insentif dalam PMK 23/2020 yang sudah dilakukan oleh wajib pajak. Hingga 21 April 2020, Ditjen Pajak (DJP) sudah menerima 20.018 permohonan insentif pajak tersebut.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Perluasan penerima insentif akan dilakukan dengan merevisi PMK 23/2020. Revisi beleid itu diharapkan bisa selesai pada pekan ini sehingga bisa langsung dimanfaatkan oleh wajib pajak. Simak artikel ‘Wah, Pengajuan Insentif Pajak Gaji Karyawan Bisa Lewat DJP Online’.
“Kita harapkan akan segera selesai. Kalau tidak minggu ini, awal minggu depan. Namun, kita harapkan bisa selesai minggu ini proses harmonisasi dan penyelesaiannya,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (Bisnis Indonesia/ Kontan/ DDTCNews)
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan perluasan sektor usaha ini membuat insentif naik menjadi sekitar Rp35,5 triliun. Hingga saat ini, pemerintah masih menghitung kedalaman efek pandemi Covid-19 ke perekonomian.
“Ini untuk melihat kebutuhan industri dan masyarakat,” katanya. (Bisnis Indonesia/ Kontan/ DDTCNews)
Dirjen Pajak Suryo Utomo menyebut institusinya telah menerima sebanyak 20.018 permohonan insentif fiskal per 21 April 2020. Namun, tidak semua permohonan insentif yang diajukan oleh wajib tersebut dikabulkan.
Suryo merinci insentif pajak pengasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) diajukan oleh 12.062 wajib pajak badan usaha. Namun, yang dikabulkan hanya 9.610. Pada pembebasan PPh Pasal 22 impor, DJP menerima 3.557 permohonan, tetapi yang disetujui sebanyak 2.905.
Sementara, pada insentif pembebasan PPh Pasal 23, DJP menerima 53 permohonan dan disetujui seluruhnya. Adapun pada insentif pengurangan angsuran 30% PPh Pasal 25, DJP menerima 4.326 permohonan dan yang disetujui sebanyak 2.816.
Suryo mengatakan permohonan yang ditolak karena ada dua alasan. Pertama, karena tidak memenuhi klasifikasi lapangan usaha (KLU) yang ditentukan. Kedua, belum menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) pajak tahun 2018 yang menjadi basis penentuan KLU. (Kompas/DDTCNews)
Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan pemerintah dapat merumuskan strategi jangka pendek untuk tetap mengoptimalisasi penerimaan pajak. Berkaca pada kondisi pascakrisis 20019, di banyak negara, jenis pajak yang paling stabil terhadap guncangan krisis adalah PPN.
Penerimaan PPN akan terjaga sepanjang tidak terjadi goncangan dari sisi pasokan dan harga. Oleh karena itu, distribusi dan pasokan barang harus dijaga. Selain itu, penjagaan dari sisi daya beli masyarakat juga penting untuk dilakukan. (Kompas)
Dirjen Pajak Suryo Utomo menegaskan pengenaan pajak penghasilan (PPh) atas perusahaan digital tetap akan menunggu hasil konsensus OECD/G20 meskipun ketentuannya sudah masuk dalam Perpu No.1/2020.
Suryo mengatakan DJP terus berkomunikasi dengan working group di G20 untuk menyelesaikan konsensus pajak digital. Dia berharap konsensus tersebut segera tercapai sehingga PPh atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) bisa langsung dikenakan.
"Kami sedang bekerja dan kami berkomunikasi terus dengan working group di G20. Sepanjang ada kepastian pengenaan pajaknya, ya kami implementasikan,” katanya. (DDTCNews)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan dengan beroperasinya layanan pengajuan pemberitahuan pemanfaatan relaksasi SPT di DJP Online, otoritas menutup saluran lain yang sebelumnya dapat dimanfaatkan wajib pajak untuk memperoleh relaksasi.
“Sekarang sepenuhnya lewat DJP Online,” ujarnya. Simak artikel ‘Mulai Sekarang, Pengajuan Relaksasi SPT Sepenuhnya Lewat DJP Online’. (DDTCNews)
Hingga 19 April 2020, Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) telah menyetujui pembebasan cukai alkohol etil alkohol senilai Rp1,04 triliun, sebagai bagian dari insentif terkait pandemi covid-19.
Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan relaksasi cukai etil alkohol itu berlaku sejak 17 Maret 2020. Per 19 April 2020, persetujuan pembebasan telah diberikan untuk 52,1 juta liter etil alkohol sebagai bahan baku atau bahan penolong pembuatan hand sanitizer, surface sanitizer, dan antiseptik. (DDTCNews)
Pengadilan Pajak memperpanjang masa pencegahan penyebaran virus Corona (Covid-19). Hal ini juga berdampak pada perpanjangan jangka waktu penghentian sementara pelaksanaan persidangan, dan pelayanan di Pengadilan Pajak.
Perpanjangan waktu ini dimuat dalam Surat Edaran Ketua Pengadilan No.SE-05/PP/2020. Dalam SE tersebut, masa masa pencegahan penyebaran Covid-19 di lingkungan Pengadilan Pajak diubah menjadi berlaku sejak tanggal 17 Maret 2020 sampai dengan tanggal 13 Mei 2020. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Memang dalam keadaan ini banyak pelaku usaha dari berbagai sektor terdampak, jadi sudah seharusnya insentif pun diperluas ke banyak sektor
Insentif ini bisa jadi kurng tepat sasaran apabila yg menerima merupakan industri yg mendapatkan keuntungan dari adanya pandemi. Misalnya pabrik pembuat vitamin. Sedangkan untuk perusahaan jasa lainnya yg terdampak karena tidak bisa beroperasi namun KLU nya tidak masuk, akan rugi dan tidak mendapatkan insentif. Semoga pemerintah mempertimbangkan hal ini untuk pemberian perluasan insentif tersebut