UJI MATERIIL

Soal Putusan Pemeriksaan Bukper, Ada 3 Hakim MK Dissenting Opinion

Muhamad Wildan | Kamis, 15 Februari 2024 | 12:00 WIB
Soal Putusan Pemeriksaan Bukper, Ada 3 Hakim MK Dissenting Opinion

Gedung Mahkamah Konstitusi. (foto: Antara)

JAKARTA, DDTCNews - Ada 3 hakim konstitusi yang memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 83/PUU-XXI/2023. Ketiga hakim yang dimaksud antara lain Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, Guntur Hamzah, dan Saldi Isra.

Menurut Daniel, ketentuan pemeriksaan bukti permulaan (bukper) dalam Pasal 43A ayat (1) dan ayat (4) UU KUP tidaklah bertentangan dengan prinsip negara hukum dan asas kepastian hukum yang adil sebagaimana yang didalilkan pemohon.

"Dengan demikian, permohonan para pemohon sudah seharusnya dinyatakan ditolak," tulis Daniel dalam dissenting opinion-nya, dikutip pada Kamis (15/2/2024).

Baca Juga:
Kejar Peneriman Daerah, Pemkot Bentuk Kader Pajak

Menurut Daniel, undang-undang pajak termasuk ketentuan pidana di bidang perpajakan memiliki karakter khusus yang bersifat sistematis atau lex specialis systematis.

Terdapat 3 ukuran yang menjadi parameter suatu undang-undang dikategorikan sebagai lex specialis systematis. Pertama, ketentuan hukum yang diatur di dalam materi muatan undang-undang tersebut berbeda dengan ketentuan hukum pada umumnya.

Kedua, ketentuan hukum yang diatur dalam undang-undang tersebut juga mengatur ketentuan hukum pidana materil dan formil tetapi berbeda dari ketentuan pada umumnya. Ketiga, subjek dan/atau adressat hukum yang diatur dalam undang-undang tersebut sangat bersifat khusus.

Baca Juga:
Sri Mulyani Targetkan Aturan Insentif Fiskal 2025 Rampung Bulan Ini

Undang-undang perpajakan dinilai telah memenuhi ketiga kualifikasi tersebut karena di dalamnya terdapat sanksi administratif dan pidana. Norma tindak pidana dalam undang-undang perpajakan dirumuskan dengan pendekatan nilai ekonomis guna meningkatkan penerimaan negara.

Sementara itu, Guntur dan Saldi dalam dissenting opinion-nya menyatakan pengujian materiil atas Pasal 43A ayat (1) UU KUP seharusnya ditolak. Kewenangan pemeriksaan bukper dalam pasal tersebut valid dan konstitusional karena diatur dalam undang-undang yang disetujui DPR.

"Kami berpendapat permohonan para pemohon sepanjang pengujian Pasal 43A ayat (1) UU HPP seharusnya ditolak," tulis Gundu dan Saldi.

Baca Juga:
Beban Pajak Minimum Global Bisa Ditekan dengan SBIE, Apa Itu?

Namun, Guntur dan Saldi menilai Pasal 43A ayat (4) UU KUP bersifat inkonstitusional bersyarat karena memberikan pendelegasian kewenangan yang terlampau besar kepada dirjen pajak guna mengatur tata cara pemeriksaan bukper melalui peraturan menteri keuangan (PMK).

Menurut Guntur dan Saldi, PMK 177/2022 secara substansi memiliki karakter yang bersifat memaksa dari petugas pemeriksa, membatasi hak dan kebebasan wajib pajak, dan berujung pada terlampauinya batasan ruang lingkup Pasal 43A ayat (4) UU KUP.

"Pembatasan hak dan kebebasan warga negara demikian seharusnya hanya boleh diatur dalam undang-undang bukan peraturan yang bersifat teknis-administratif in casu PMK 177/2022," ungkap Guntur dan Saldi.

Baca Juga:
Sengketa Pajak atas Biaya Overhead dari Luar Negeri

Untuk diketahui, MK melalui Putusan MK Nomor 83/PUU-XXI/2023 menyatakan frasa pemeriksaan bukper sebelum dilakukan penyidikan dalam Pasal 43A ayat (1) UU KUP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai tidak terdapat tindakan upaya paksa.

Kemudian, MK juga menyatakan Pasal 43 ayat (4) UU KUP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai tidak melanggar hak asasi wajib pajak. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 25 Januari 2025 | 07:30 WIB KOTA BATAM

Kejar Peneriman Daerah, Pemkot Bentuk Kader Pajak

Jumat, 24 Januari 2025 | 19:15 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani Targetkan Aturan Insentif Fiskal 2025 Rampung Bulan Ini

Jumat, 24 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Beban Pajak Minimum Global Bisa Ditekan dengan SBIE, Apa Itu?

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak atas Biaya Overhead dari Luar Negeri

BERITA PILIHAN
Sabtu, 25 Januari 2025 | 08:00 WIB PERDAGANGAN KARBON

Perdagangan Karbon Luar Negeri Dimulai, Bursa Karbon Bakal Lebih Ramai

Sabtu, 25 Januari 2025 | 07:30 WIB KOTA BATAM

Kejar Peneriman Daerah, Pemkot Bentuk Kader Pajak

Jumat, 24 Januari 2025 | 19:15 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani Targetkan Aturan Insentif Fiskal 2025 Rampung Bulan Ini

Jumat, 24 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Beban Pajak Minimum Global Bisa Ditekan dengan SBIE, Apa Itu?

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak atas Biaya Overhead dari Luar Negeri

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:10 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Dibuka! Batch Terbaru Pelatihan Intensif Transfer Pricing DDTC Academy

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Masyarakat Nonpeserta BPJS Bisa Ikut Pemeriksaan Kesehatan Gratis

Jumat, 24 Januari 2025 | 17:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani: Pajak Minimum Global Bikin Iklim Investasi Lebih Sehat

Jumat, 24 Januari 2025 | 15:30 WIB PROFIL PERPAJAKAN KONGO

Seputar Aturan Perpajakan Kongo, PPN-nya Pakai Skema Multi-Tarif