Dirjen Pajak Robert Pakpahan.
JAKARTA, DDTCNews – RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian membuka ruang untuk memajaki ekonomi digital. Pemajakan akan dilakukan secara bertahap.
Dirjen Pajak Robert Pakpahan tidak memungkiri besarnya potensi penerimaan pajak dari entitas ekonomi digital. Dari kalkulasi awal Ditjen Pajak (DJP) pada 2018, total konsumsi jasa dan barang tidak berwujud yang berasal dari luar negeri mencapai Rp93 triliun.
“Potensi PPN dari nilai tersebut mencapai Rp9,3 triliun,” katanya di Kantor Pusat DJP, Kamis (5/9/2019).
Proyeksi awal tersebut, menurut Robert, akan terus bertambah hingga 2025. Nilai konsumsi atas jasa dan barang tidak berwujud diprediksi akan mencapai Rp227 triliun jika merujuk studi yang dilakukan oleh Google-Temasek. Dengan demikian, potensi PPN juga ikut naik menjadi Rp27 triliun.
Namun demikian, proses pemajakan atas entitas digital tidak akan dilakukan secara serampangan. Indonesia, menurutnya, mengutamakan pungutan PPN untuk kemudian mencari celah memungut PPh dengan melakukan definisi ulang atas Bentuk Usaha Tetap (BUT).
“Memang PPN kan mengatur konsumsi objek. Sekarang, kita definisikan BUT melampaui physical presence sambil menunggu solusi G20, tapi kita jalankan bertahap,” paparnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak DJP Yon Arsal belum mau membuka seberapa besar potensi PPN yang bisa direalisasikan dengan kebijakan ini. Menurutnya, hitung-hitungan masih dilakukan untuk mengukur potensi setoran secara presisi.
“Untuk PPN itukan dilakukan melalui penunjukan. Seberapa besar potensi masih kita hitung berapa angkanya," paparnya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.