Tampilan sampul depan IHPS II/2019 BPK. (DDTCNews)
JAKARTA, DDTCNews – Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II/2019, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih menemukan beberapa permasalahan dalam pemberian insentif bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) yang dilakukan oleh pemerintah.
BPK menyebutkan hasil pemeriksaan pada kegiatan pemberian insentif untuk pengelolaan fasilitas pembebasan/keringanan bea masuk dan PDRI telah sesuai kriteria dengan pengecualian pada permasalahan signifikan yang ditemukan. Ada 6 temuan yang masuk kategori signifikan.
“Pemeriksaan atas pengelolaan fasilitas bea masuk dan PDRI tidak dipungut sementara dan impor untuk dipakai tahun 2017—semester I 2019 pada Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) dan Ditjen Pajak (DJP) serta instansi terkait di DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur,” tulis BPK dalam IHPS II/2019.
Hasil pemeriksaan BPK dilakukan melalui uji petik pada Direktorat Fasilitas Kepabeanan DJBC. Uji petik juga dilakukan pada lima kantor pelayanan kepabeanan dan 69 KPP DJP. Meskipun secara umum sudah sesuai kriteria, temuan signifikan BPK berkaitan dengan kelemahan pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Secara keseluruhan hasil pemeriksaan pengelolaan fasilitas pembebasan/keringanan bea masuk mengungkapkan 15 temuan yang memuat 24 permasalahan. Permasalahan tersebut terdiri atas 13 permasalahan kelemahan sistem pengendalian intern dan 11 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan sebesar Rp20,15 miliar.
Selama proses pemeriksaan berlangsung, DJBC telah menindaklanjuti rekomendasi BPK dengan melakukan penyetoran ke kas negara sebesar Rp52,35 juta.
Pemberian fasilitas ditujukan untuk memajukan perekonomian, mendorong kemudahan berusaha, meningkatkan investasi, mendorong industri dalam negeri dan ekspor, serta mengurangi tingkat kemiskinan.
Di samping itu, untuk kepentingan pemerintah, kebijakan tersebut bertujuan untuk mengurangi nilai belanja pemerintah. Hal ini dikarenakan nilai belanja tidak dibebani dengan bea masuk dan PDRI. Akhirnya, sumber daya keuangan negara dapat dioptimalkan untuk kepentingan bangsa dan negara.
BPK menyatakan pemberian insentif perpajakan dalam ranah kegiatan impor, pemerintah perlu memperhatikan pengawasan dan evaluasi pemberian fasilitas. Kedua hal ini sangat penting untuk menghindari inefisiensi dalam pemberian insentif yang akan berdampak pada upaya peningkatan tax ratio.
“Untuk mencapai tujuan kebijakan insentif perpajakan yang tepat sasaran, perlu diperhatikan aspek pengawasan dan evaluasinya,” demikian pernyataan BPK. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.