JAKARTA, DDTCNews – Penagihan utang pajak terhadap Google mulai menunjukkan titik terang. Pasalnya pemerintah Indonesia dan perusahaan raksasa teknologi informasi itu telah melakukan pertemuan dan mengemukakan basis perhitungan pajak menurut versi masing-masing pihak. Berita tersebut mewarnai beberapa media nasional pagi ini, Jumat (2/12).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Google menunjukkan komitmennya untuk membayar pajak atas berbagai transaksi bisnis yang telah dilakukan di Indonesia. Namun, besaran pajak yang masih harus dibayar oleh Google masih belum disepakati.
Kabar lainnya datang dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang memperkuat mekanisme whistleblowing, kemudian kewaspadaan pemerintah akibat OPEC memangkas produksi minyak dunia, lalu inflasi bulan November yang melebihi ekspektasi, dan kebijakan moneter yang memasuki periode status quo. Berikut ulasan ringkas beritanya:
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan mekanisme pengaduan (whistleblowing) harus diperkuat untuk memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di lingkungan DJP. Dengan menjadi whistleblower, siapa pun dapat melaporkan jika mengetahui atau melihat tindak KKN yang dilakukan pegawai DJP maupun wajib pajak. Sri Mulyani pun berharap whistleblowing system dapat dijalankan dengan konsisten dan efektif.
Pemerintah memutuskan untuk sementara waktu berhenti menjadi anggota Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) atau organisasi negara pengekspor minyak dunia. Langkah ini diambil terkait keputusan OPEC yang menyepakati pemangkasan produksi minyk mentah dunia di luar kondensat sebesar 1,2 juta barel per hari. OPEC meminta Indonesia memotong produksi minyak sebesar 5% atau 37.000 barel per hari. Menteri Energi dan Sumber Daya (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan keputusan ini merupakan langkah terbaik karena dengan demikian kepentingan Indonesia untuk mendapatkan penerimaan dari minyak tidak terganggu.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan laju inflasi November 2016 sebesar 0,47%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan perkiraan para pengamat yang memproyeksikan laju inflasi tidak akan lebih dari 0,4%. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo mengatakan dengan inflasi bulanan sebesar itu maka jika dilihat sejak Januari–November (year-on-date), inflasi menjadi 2,59%. Sedangkan untuk inflasi tahunan (year-on-year) di bulan November 2016 sebesar 3,58%. Faktor utama yang memberikan andil paling besar terhadap inflasi ini diantaranya kenaikan harga di kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok yaitu 0,36% dengan inflasi sebesar 1,66%.
Desember menjadi periode krusial bagi pemangku kebijakan di bidang ekonomi. Bank Indonesia (BI) maupun pemerintah saat ini lebih banyak menunggu sebelum mengambil keputusan. Khusus bagi BI, periode Desember 2016 ini akan menjadi waktu yang tidak mudah untuk memperkirakan arah kondisi ekonomi ke depan. Ekonom Lana Soelistyaningsih menilai ketidakpastian ini bisa mengarahkan pembuat kebijakan untuk berada di status quo atau mengambil posisi untuk tidak mengubah kebijakan yang ada.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.