RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Reklasifikasi Objek Pajak dan Koreksi Kredit Pajak

Hamida Amri Safarina | Rabu, 24 Maret 2021 | 16:02 WIB
Sengketa Reklasifikasi Objek Pajak dan Koreksi Kredit Pajak

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum tentang reklasifikasi transaksi sewa tanah dan/atau bangunan yang merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) menjadi objek PPh Pasal 23 atas jasa pergudangan. Dalam perkara ini, otoritas pajak juga melakukan koreksi atas kredit pajak.

Otoritas pajak menilai wajib pajak telah memberikan jasa pergudangan kepada PT X. Atas jasa pergudangan itu seharusnya dikenakan PPh Pasal 23. Dengan kata lain, transaksi yang dilakukan tidak dapat dikategorikan sebagai objek PPh Pasal 4 ayat (2) atas sewa tanah dan/atau bangunan. Sebab, hasil pemeriksaan menunjukkan tidak terdapat bukti penjanjian sewa menyewa tanah dan/atau bangunan serta bukti transaksi sewa menyewa antara wajib pajak dan PT X.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan transaksi yang dilakukan wajib pajak dengan PT X bukan merupakan jasa pergudangan, melainkan sewa tanah dan/atau bangunan. Transaksi sewa tanah dan/atau bangunan tersebut termasuk objek PPh Pasal 4 ayat (2). Sementara itu, wajib pajak juga berdalil pihaknya berhak atas kredit pajak senilai Rp2.372.920

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
Wajib pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Dalam hal ini, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak beralasan dan tidak berdasarkan pada bukti yang kuat.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Menurut Majelis Hakim Pengadilan Pajak, wajib pajak dapat membuktikan transaksi yang dilakukannya dengan PT X ialah sewa menyewa tanah dan/atau bangunan. Adapun sewa tanah dan/atau bangunan merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2). Selain itu, wajib pajak juga berhak atas kredit pajak senilai Rp2.372.920.

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 45431/PP/M.XIV/15/2013 tertanggal 3 Juni 2013, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 23 September 2013.

Pokok sengketa dalam perkara a quo adalah koreksi peredaran usaha senilai Rp184.800.000 dan koreksi kredit pajak senilai Rp2.372.920 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi berdasarkan pada ekualisasi antara Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Badan tahun pajak 2002 dengan SPT PPN masa pajak Januari sampai dengan Desember 2002.

Berdasarkan pada hasil ekualisasi tersebut, terdapat penjualan yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan 2002 atas jasa warehouse atau pergudangan. Dalam perkara ini, Pemohon PK menilai Termohon PK telah memberikan jasa pergudangan kepada PT X. Terhadap jasa pergudangan yang diberikan tersebut seharusnya dikenakan PPh Pasal 23.

Menurut Pemohon PK, transaksi yang dilakukan Termohon PK dan PT X tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai objek PPh Pasal 4 ayat (2) atas sewa tanah dan/atau bangunan. Sebab, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tidak terdapat bukti penjanjian sewa menyawa tanah dan/atau bangunan antara Termohon PK dan PT X. Selain itu, berdasarkan pada SPT PPh Badan Termohon PK, tidak terdapat data transaksi sewa tanah dan/atau bangunan yang dilakukannya.

Baca Juga:
Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

Lebih lanjut, terkait dengan pembuktian, Termohon PK juga tidak dapat memberikan dokumen perjanjian dan transaksi sewa tanah dan/atau bangunan pada tahap pemeriksaan. Bukti perjanjian sewa-menyewa tanah dan/atau bangunan serta pemotongan PPh atas persewaan tanah dan/atau bangunan baru diberikan saat persidangan banding.

Padahal, bukti yang diberikan saat persidangan banding tidak dapat dipertimbangkan untuk mendukung dalil Termohon PK. Dengan demikian, terhadap transaksi tersebut, Pemohon PK melakukan reklasifikasi transaksi sewa tanah dan/atau bangunan yang merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) menjadi objek PPh Pasal 23 atas jasa pergudangan.

Selain itu, Pemohon PK juga melakukan koreksi kredit pajak PPh Pasal 25. Koreksi kredit pajak tersebut dilakukan karena tidak adanya bukti pendukung bahwa Termohon PK berhak atas kredit pajak yang didalilkannya senilai Rp2.372.920. Dalam hal ini, Pemohon PK juga sudah meminta konfirmasi dari bank persepsi mengenai kebenaran penyetoran pajak Termohon PK. Namun, bank persepsi tidak memberikan tanggapan.

Baca Juga:
Sengketa PPh Orang Pribadi Pasca Mendapat Hibah Properti

Merespons hal tersebut, Termohon PK menyatakan keberatan atas koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Menurut Termohon PK, transaksi yang dilakukan Termohon PK dengan PT X bukan merupakan jasa pergudangan, melainkan sewa tanah dan/atau bangunan.

Transaksi sewa tanah dan/atau bangunan tersebut termasuk objek PPh Pasal 4 ayat (2). Sementara itu, Termohon PK juga berdalil bahwa pihaknya berhak atas kredit pajak senilai Rp2.372.920. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak berdasarkan pada bukti valid dan hanya asumsi.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian sudah benar. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Baca Juga:
Sengketa atas Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan

Pertama, koreksi peredaran usaha senilai Rp184.800.000 dan koreksi kredit pajak senilai Rp2.372.920 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan.

Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, koreksi peredaran usaha dan kredit pajak yang dilakukan Pemohon PK tidak didasarkan pada bukti yang sah dan hanya berdasarkan asumsi. Oleh karena itu, koreksi Pemohon PK tidak dapat dibenarkan.

Berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Jumat, 18 Oktober 2024 | 20:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Kamis, 17 Oktober 2024 | 12:39 WIB DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja