RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Penghasilan Pekerja Asing yang Tidak Dipotong PPh Pasal 26

Hamida Amri Safarina | Rabu, 30 Desember 2020 | 17:21 WIB
Sengketa Penghasilan Pekerja Asing yang Tidak Dipotong PPh Pasal 26

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) kali ini merangkum sengketa pajak mengenai penghasilan tenaga kerja asing yang tidak dipungut PPh Pasal 26 oleh wajib pajak. Dalam perkara ini, wajib pajak merekrut empat tenaga kerja asing untuk memberikan jasa konsultasi kepadanya dalam jangka waktu tertentu.

Otoritas pajak menilai empat tenaga kerja asing yang dipekerjakan wajib pajak berstatus sebagai wajib pajak luar negeri (WPLN) sehingga penghasilan yang diterima tenaga kerja asing tersebut seharusnya dikenakan PPh Pasal 26. Namun, wajib pajak justru tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 26 atas penghasilan yang diterima tenaga kerja asing tersebut.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan tenaga kerja asing yang dipekerjakannya sudah memenuhi syarat sebagai wajib pajak dalam negeri (WPDN) dan memiliki NPWP sehingga penghasilan yang diterima tenaga kerja asing tersebut bukan objek PPh Pasal 26, melainkan PPh Pasal 21.

Baca Juga:
Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menyatakan menolak permohonan PK yang diajukan wajib pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak menyatakan keberatan atas penetapan otoritas pajak sehingga mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat tiga tenaga kerja asing yang dipekerjakan wajib pajak sudah memenuhi syarat sebagai WPDN serta memiliki NPWP.

Baca Juga:
Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Terhadap penghasilan yang diterima tiga tenaga kerja tersebut telah dipotong PPh Pasal 21 oleh wajib pajak. Namun demikian, terdapat satu tenaga kerja yang belum memenuhi syarat sebagai WPDN dan atas penghasilannya dikenakan PPh Pasal 26.

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 41587/PP/M.VI/13/ 2012 tangggal 22 November 2012, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 11 Maret 2013.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi atas objek PPh Pasal 26 sebesar Rp256.368.320 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Berdasarkan pemeriksaan, diketahui Termohon PK telah mempekerjakan empat tenaga kerja asing yang memberikan jasa konsultasi kepada Termohon. Menurut Pemohon PK, keempat tenaga kerja asing tersebut masih berstatus sebagai WPLN, bukan WPDN.

Sebab, tidak ada bukti berupa dokumen izin tinggal terbatas (KITAS) atau izin tinggal tetap (KITAP) yang menyatakan bahwa keempat pegawai tersebut berniat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam satu tahun. Selain itu, keempat tenaga kerja tersebut juga tidak berada di Indonesia pada saat pemeriksaan lapangan dilakukan.

Dengan demikian, apabila keempat tenaga kerja tersebut menerima penghasilan dari Termohon PK, maka seharusnya dikenakan PPh Pasal 26. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 s.t.d.d. Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 (UU PPh) yang menyatakan bahwa atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan yang diterima oleh tenaga kerja asing yang merupakan WPLN terutang PPh Pasal 26. Adapun pihak pemberi kerja wajib memotong penghasilan yang diterima tenaga kerja asing tersebut sebesar 20%.

Baca Juga:
Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

Namun demikian, dalam kasus ini, Termohon PK belum melakukan pemotongan PPh Pasal 26 atas penghasilan yang diterima tenaga kerja asing yang dipekerjakannya.

Selanjutnya, pada saat pemeriksaan, Termohon PK juga tidak memberikan bukti pendukung yang telah diminta oleh Pemohon PK. Bukti-bukti yang diminta oleh Pemohon PK tersebut baru diberikan pada saat proses keberatan berlangsung.

Akan tetapi, bukti yang diberikan saat proses keberatan tidak dapat dipertimbangkan dalam penyelesaian sengketa di Pengadilan Pajak. Merujuk pada uraian di atas, Pemohon PK melakukan koreksi objek PPh Pasal 26.

Baca Juga:
Sengketa PPh Orang Pribadi Pasca Mendapat Hibah Properti

Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Menurut Termohon PK, tenaga kerja asing yang dipekerjakannya sudah memenuhi syarat sebagai WPDN dan mempunyai NPWP.

Atas penghasilan yang diterima tenaga kerja tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 26, melainkan objek PPh Pasal 21. Tindakan Termohon PK yang tidak memotong PPh Pasal 26 sudah benar. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Begini Pengenaan Pajak terhadap WPLN yang Jual Harta di Indonesia

Pertama, koreksi atas objek PPh Pasal 26 sebesar Rp256.368.320 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan oleh para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara a quo, telah terbukti tiga tenaga kerja asing yang dipekerjakan Termohon PK telah memenuhi syarat sebagai WPDN dan memiliki NPWP. Penghasilan yang diterima ketiga tenaga kerja tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 26, melainkan objek PPh Pasal 21.

Sementara itu, salah satu pekerja statusnya masih WPLN dan atas penghasilannya dikenakan PPh Pasal 26. Koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:01 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Tren Berkas Sengketa Menurut Terbanding/Tergugat di Pengadilan Pajak

Jumat, 18 Oktober 2024 | 20:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Pengajuan Pengurangan Sanksi Bunga

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

Kamis, 17 Oktober 2024 | 12:39 WIB DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Optimalisasi Penerimaan Pajak Tak Boleh Sebabkan Peningkatan Sengketa

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja