RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai penetapan tarif atas pembayaran dividen yang dilakukan wajib pajak kepada X Co yang berkedudukan di Singapura.
Wajib pajak menyatakan pihak X Co merupakan wajib pajak Singapura. Hal tersebut dibuktikan dengan akta pendirian perusahaan dan surat keterangan domisili. Dengan begitu, atas pembayaran dividen dikenakan tarif sebesar 10% sesuai dengan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia dan Singapura.
Sebaliknya, otoritas pajak menilai atas pembayaran dividen tersebut dikenakan tarif sebesar 20%. Menurutnya, wajib pajak tidak berhak memanfaatkan fasilitas dalam P3B Indonesia dan Singapura karena tidak menyerahkan surat keterangan domisili.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.
Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan pembayaran dividen yang dilakukan wajib pajak kepada pihak X Co yang berkedudukan di Singapura dikenakan tarif sebesar 10%.
Besaran tarif tersebut ditetapkan berdasarkan P3B Indonesia dan Singapura. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.
Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 39400/PP/M.I/13/2012 tertanggal 25 Juli 2012, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 21 Desember 2012.
Adapun pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi PPh Pasal 26 atas pembayaran dividen sebesar Rp11.200.000.000 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Menurut Pemohon, Termohon PK tidak dapat memanfaatkan fasilitas dalam P3B Indonesia dan Singapura.
Sebab, pada proses pemeriksaan dan keberatan, Termohon PK tidak dapat menunjukkan surat keterangan domisili yang membuktikan pihak X CO sebagai wajib pajak Singapura. Selain itu, Termohon PK juga tidak dapat membuktikan X Co adalah pemilik yang sebenarnya atas penghasilan dividen.
Padahal, berdasarkan SE Dirjen Pajak SE-03/PJ.101/1996, untuk memanfaatkan tarif dalam P3B, Termohon PK harus menyerahkan surat keterangan domisili yang dikeluarkan oleh pejabat berwenang di Singapura.
Lebih lanjut, merujuk P3B Indonesia dan Singapura, untuk memperoleh tarif 10% atas pembayaran dividen harus didukung dengan surat keterangan domisili dan membuktikan penerima dividen pemilik sebenarnya dari penghasilan yang diterima.
Oleh sebab itu, Pemohon PK tidak dapat meyakini pihak X Co merupakan wajib pajak Singapura dan pemilik sebenarnya atas penghasilan dividen. Dengan demikian, Pemohon PK menetapkan tarif sebesar 20% atas pembayaran dividen yang dilakukan Termohon kepada X Co.
Termohon PK tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Dalam persidangan telah terbukti pihak X Co merupakan wajib pajak Singapura. Hal tersebut dibuktikan dengan akta pendirian pihak X Co dan surat keterangan domisili yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang di Singapura
Dalam P3B Indonesia dan Singapura, tidak ada ketentuan yang menyebutkan fasilitas dalam P3B tidak dapat diberikan apabila Termohon PK tidak menunjukkan surat keterangan domisili. Termohon PK telah melaksanakan kewajiban pemotongan PPh Pasal 26 sesuai dengan tarif dalam P3B Indonesia dan Singapura dengan benar. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK seharusnya dibatalkan.
Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil. Terdapat dua pertimbangan hukum Majelis Hakim Agung sebagai berikut.
Pertama, sengketa PPh 26 atas pembayaran dividen senilai Rp11.200.000.000 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil dalam persidangan, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan.
Kedua, dalam persidangan, Termohon PK telah menyerahkan bukti berupa akta pendirian dan surat keterangan domisili yang dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang di Singapura. Berdasarkan bukti-bukti tersebut, Termohon PK berhak memanfaatkan fasilitas dalam P3B Indonesia dan Singapura atas transaksi pembayaran dividen dengan tarif 10%. Koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai alasan permohonan PK tidak tepat sehingga harus ditolak. Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.